Rabu, 20 Februari 2013

WAYANG KULIT


WAYANG KULIT


A.    Pengertian Wayang kulit
Wayang kulit adalah seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di Jawa. Wayang berasal dari kata Ma Hyang artinya menuju kepada yang maha esa, . Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang juga menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi oleh musik gamelan yang dimainkan sekelompok niyaga dan tembang yang dinyanyikan oleh para pesinden. Dalang memainkan wayang kulit di balik kelir, yaitu layar yang terbuat dari kain putih, sementara di belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak (blencong), sehingga para penonton yang berada di sisi lain dari layar dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir. Untuk dapat memahami cerita wayang (lakon), penonton harus memiliki pengetahuan akan tokoh-tokoh wayang yang bayangannya tampil di layar.
B.       MACAM-MACAM WAYANG
Ada beberapa wayang yang kita jumpai dan bermacam-macam pula bahan yang membentuknya. Beberapa macam tersebut sebagai berikut:
1.    Wayang Purwa Yaitu wayang kulit yang membawakan lakon atau ceritera dari kitab Mahabarata, Ramayana dan Lokapala.
2.    Wayang Madya Yaitu wayang kulit yang membawakan lakon sesudah zaman Prabu Parikesit di Astina, Sebelum kraton wamenang.
3.    Wayang Gedog Yaitu wayang kulit yang mengambil lakon dari cerita babad kediri sampai majapahit di Jawa
4.    Wayang Klithik Yaitu wayang yang bentuknya seperti wayang kulit, tetapi terbuat dari kayu pipih. Mengambil lakon babad tanah Jawa di zaman Kediri dan Majapahit dan Pajajaran.
5.    Wayang Suluh Yaitu wayang kulit yang mengambil lakon dari babad tanah Jawa sejak zaman Demak dampai Mataram
6.    Wayang Kancil Yaitu wayang yang terbuat dari kulit seperti manusia biasa (digambar dari samping), membawakan lakon tentang kejadian sehari-hari (digunakan sebagai media penerangan masyarakat.
7.    Wayang Menak Yaitu wayang yang berbentuk bobeka kayu dan diberi pakaian, ceriteranya mengenai babad Menak (Umar Maya, Umar Madi, dll.
8.    Wayang Golek Yaitu wayang yang berbentuk bobeka kayu dan diberi pakaian, ceriteranya diambil dari Kitab Mahabarata dan Ramayanan memakai bahasa Sunda (Jawa Barat)
9.    Wayang Beber Yaitu gambar wayang yang dilukiskan pada kain putih/kertas terdiri dari 4 gulung yang berisi 16 adegan.
10.    Wayang Wong/Orang Yaitu wayang yang diperankan oleh orang diatas panggung dengan tonil dalam pementasannya, ceritanya diambil dari kitab Mahabarata dan Ramayana.
C.    Pembuatan
           Wayang kulit dibuat dari bahan kulit kerbau yang sudah diproses menjadi kulit lembaran, perbuah wayang membutuhkan sekitar ukuran 50 x 30 cm kulit lembaran yang kemudian dipahat dengan peralatan yang digunakan adalah besi berujung runcing berbahan dari baja yang berkualitas baik. Besi baja ini dibuat terlebih dahulu dalam berbagai bentuk dan ukuran, ada yang runcing, pipih, kecil, besar dan bentuk lainnya yang masing-masing mempunyai fungsinya berbeda-beda. Namun pada dasarnya, untuk menata atau membuat berbagai bentuk lubang ukiran yang sengaja dibuat hingga berlubang. Selanjutnya dilakukan pemasangan bagian-bagian tubuh seperti tangan, pada tangan ada dua sambungan, lengan bagian atas dan siku, cara menyambungnya dengan sekrup kecil yang terbuat dari tanduk kerbau atau sapi. Tangkai yang fungsinya untuk menggerak bagian lengan yang berwarna kehitaman juga terbuat berasal dari bahan tanduk kerbau dan warna keemasannya umumnya dengan menggunakan prada yaitu kertas warna emas yang ditempel atau bisa juga dengan dibron, dicat dengan bubuk yang dicairkan. Wayang yang menggunakan prada, hasilnya jauh lebih baik, warnanya bisa tahan lebih lama dibandingkan dengan yang bront.
D.     ALAT MUSIK
Penggunaan alat muzik dalam persembahan wayang kulit adalah berbeza antara satu dengan yang lain. Peralatan muzik untuk Wayang Kulit Kelantan ialah gong, (tetawak), gendang, geduk, gedombak, canang, mong, serunai dan kesi. Bagi Wayang kulit Purwo pula alat-alat muzik yang digunakan ialah gong besar (gong Agong), gong suwukan, gambang, kempul, kenong, gender, slentem, demung, saron, peking (saron penerus), ketok / kompang, rebab dan gendang. Antara jenis-jenis lagu yang dimainkan pula ialah seperti Lagu Bertabuh, Perang, Seri Rama, Kabar Manja, Buluh Seruas, Pandan Wangi dan banyak lagi.

E.      Dalang
Kata Dalang ada yang mengartikan berasal dari kata Dahyang, yang berarti juru penyembuh berbagai macam penyakit. Dalang dalam “jarwo dhosok” diartikan pula sebagai “ngudal piwulang” (membeberkan ilmu), memberikan pencerahan kepada para penontonya. Untuk itu seorang dalang harus mempunyai bekal keilmuan yang sangat banyak. Berbagai bidang ilmu tentunya harus dipelajari meski hanya sedikit, sehingga ketika dalam membangun isi dari ceritera bisa menyesuaikan dengan perkembangan jaman dan nilai-nilai kekinian.Dalang adalah seorang sutradara, penulis lakon, seorang narator, seorang pemain karakter, penyusun iringan, seorang “penyanyi”, penata pentas, penari dan lain sebagainya. Kesimpulannya dalang adalah seseorang yang mempunyai kemampuan ganda,dan juga seorang manager, paling tidak seorang pemimpin dalam pertunjukan bagi para anggotanya.
F.    Lakon

http://t3.gstatic.com/images?q=tbn:ADxn8G_J2SDQJM:http://pitoyo.com/duniawayang/galery/data/media/30/cakil_solo.jpgDalam dunia pewayangan ada tokoh yang bernama Cakil atau Gendir Penjalin atau Dityakala Marica. Tokoh ini tidak dikenal dalam kitab asli Mahabarata maupun Ramayana. Tokoh ini memang produk lokal Jawa (Nusantara) layaknya tokoh wayang Gareng, Petruk, Bagong. Barangkali butuh penelitian untuk mengetahui siapa pembuat tokoh ini. Kalau penulis wayang RM Sayid menyebut wayang muncul pertama kali seputaran abad 15-16, tokoh Cakil itu sudah muncul di seputaran kurun waktu itu. Bahkan, beberapa sumber menyebut tubuh Cakil yang berwajah raksasa ini merupakan imajinasi dari sebuah sengkalan (penandaan tahun dalam kalender Jawa) yang menandakan kapan tokoh Cakil dibuat pertama kali. Sebagaimana Gareng, Petruk, dan Bagong, Cakil juga merupakan profil rakyat kecil. Seorang kawula yang diberi tugas sebagai penjaga hutan. Dari gerakan tokoh Cakil ini bisa digunakan oleh penonton wayang kulit sebagai ukuran kemampuan dalang dalam memainkan wayang.
Kelincahan gerakan Cakil dalam menari sangat tergantung sang dalang dalam mengolah wayang. Cakil dipersonifikasi bukan hanya jelek wajahnya, tetapi juga perilakunya. Sebagai penjaga hutan, dalam wacana pewayangan, Cakil selalu dikenal sebagai tokoh alu amah (serakah), suka merampas harta orang. Anehnya, dalam setiap pementasan oleh dalang siapa pun, tak pernah tergambar perangai seperti itu. Cakil hanya digambarkan mencoba meminta keluar para ksatria yang akan masuk hutan yang tak jelas tujuannya. Tidak pernah digambarkan Cakil merampas harta para ksatria itu. Bahkan, gambaran Cakil seperti itu menjadi tidak rasional, ketika dikisahkan bahwa sahabat yang selalu menemani Cakil adalah Togog, tokoh yang masih saudara sekandung dengan para dewa, yaitu Betara Ismaya (Semar) dan Betara Guru.
Tokoh Cakil seperti membuka wacana untuk siapa saja yang ingin menggumuli kehadirannya dalam kehidupan manusia. Karena itu, wajar jika muncul anggapan Cakil sesungguhnya adalah profil rakyat, yang selalu muncul dalam lakon wayang apa saja. Ya, rakyat yang selalu tampil dalam setiap lakon sejarah kehidupan. Dalam lakon apa saja, baik itu dalam kancah politik, ekonomi sosial, budaya, rakyat senantiasa hadir. Hanya, dalam perjalanan sejarah kehadirannya, rakyat hanya menjadi obyek. Rakyat hanya menjadi sumber kekuatan untuk sebuah pencapaian yang tidak selalu untuk kesejahteraan bersama. Karenanya, rakyat tetap miskin dan salah-salah nasibnya seperti Cakil, mati dengan senjatanya sendiri. Mati dengan senjata sendiri artinya tak ada yang bertanggung jawab. Nasib rakyat, hak-hak rakyat sepertinya selalu berada dalam kotak misteri. Tak ada yang berani ambil tanggung jawab, bersama rakyat “angkat senjata” agar rakyat punya nilai juang yang hakiki. Bahkan, sampai pada kematian pun kehidupan rakyat masih saja menyimpan misteri.
Persis seperti kematian Munir yang mati dengan senjatanya sendiri, yaitu perjuangan hak-hak asasi manusia. Semua orang, semua yang terlibat, seperti cuci tangan membentuk sebuah korporasi yang cenderung menghilangkan jejak. Makanya, sebagai penjaga hutan hak Cakil hanya bisa mengingatkan memohon para ksatria untuk keluar dari dalam hutan. Ketika para ksatria itu membabat hutan, mengeksploitasi habis-habisan hasil hutan, Cakil tak berdaya. Kehidupan Cakil adalah kehidupan masyarakat pinggiran hutan yang tak pernah sejahtera dari hasil hutan. Bahkan, sering kali rakyat ditangkap karena mencuri beberapa gelondong kayu. Pemberontakan keadilan tak pernah keluar dari mulut rakyat, meskipun melihat orang-orang tambun seenaknya menjual produksi hutan.
Rakyat memang punya wakil di “atas” sana. Di “atas” sana rakyat menaruh harapan. Tetapi, harapan itu terhenti pada sisi lain perangai Cakil, yang dikenal banyak omong dan pandai menari, bersilat. Perjuangan wakil rakyat terkadang hanya menjadi sebuah keindahan tarian persilatan dan diplomasi yang berbusa-busa. Pertengkaran yang menjurus perkelahian sempat terjadi di forum wakil rakyat, namun hasilnya tetap saja: cakil-cakil rakyat yang menari, sekadar tontonan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar