Cūḷavedalla Sutta
(Rangkaian Pendek Tentang
Pertanyaan dan Jawaban)
Tempat:
Rājagaha di Hutan Bambu, taman suaka tupai.
Latar Belakang:
berkenaan
adanya umat awam bernama Visākha yang mendatangi
Bhikkhunī Dhammadinnā untuk bertanya mengenai istilah kepribadian.
Inti sutta:
Kepribadian
Kepribadian
merupakan lima kelompok unsur kehidupan yang terpengaruh oleh kemelekatan. Lima
kelompok tersebut terdiri dari:
Ø Kelompok
bentuk materi (rupakandha) yang dipengaruhi oleh kemelekatan
Ø Kelompok
perasaan (vedanakhandha) yang dipengaruhi oleh kemelekatan
Ø Kelompok
persepsi (sannakhandha) yang dipengaruhi oleh kemelekatan
Ø Kelompok
bentuk-bentuk pikiran (sankharakhandha) yang dipengaruhi oleh kemelekatan
Ø Kelompok
kesadaran (vinnanakhandha) yang dipengaruhi oleh kemelekatan
Asal-mula kepribadian: adanya keinginan untuk terlahir kembali
yang disertai kesenangan dan nafsu indera, kesenangan di sini dan di sana,
yaitu: keinginan nafsu indera (kamatanha), keinginan untuk menjadi (bhavatanha)
dan keinginan untuk tak menjadi (vibhavatanha).
Berhentinya kepribadian: penghentian
dan penghancuran tanpa sisa, membuang, meninggalkan, melepaskan, dan menolak
nafsu keingginan yanng sama.
Jalan mulia berunsur-delapan:
pandangan benar, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan
benar, usaha benar, kewaspadaan benar, konsentrasi benar.
(Pandangan Tentang Kepribadian)
Asal-mula terjadinya pandangan
tentang kepribadian: adanya orang awam yang tidak belajar, tidak menghormat
terhadap orang-orang mulia (ariya), tidak mempunyai pengetahuan dhamma dan
tidak melaksanakan dhamma; tidak hormat kepada orang-orang benar (sappurisa),
tidak mempunyai pengetahuan dengan dhamma mereka dan tidak melaksanakan dhamma
mereka
Ø Menganggap
bentuk materi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentuk materi, atau
bentuk materi sebagai ada didalam diri, atau diri sebagai ada didalam bentuk
materi
Ø Menganggap
perasaan sebagai diri, atau diri sebagai memiliki perasaan, atau perasaan
sebagai ada didalam diri, atau diri sebagai ada didalam perasaan
Ø Menganggap
persepsi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki persepsi, atau persepsi
sebagai ada didalam diri, atau diri sebagai ada didalam persepsi
Ø Menganggap
bentukan-bentukan sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentukan-bentukan,
atau bentukan-bentukan sebagai ada didalam diri, atau diri sebagai ada didalam
bentukan-bentukan
Ø Menganggap
kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran
sebagai ada didalam diri, atau diri sebagai ada didalam kesadaran
Tidak terjadinya pandangan tentang
kepribadian: siswa ariya yang terpelajar, menghormat terhadap orang-orang mulia (ariya),
mempunyai pengetahuan dhamma dan melaksanakan dhamma; menghormat kepada
orang-orang benar (sappurisa), mempunyai pengetahuan dengan dhamma mereka dan
melaksanakan dhamma mereka
Ø tidak
menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentuk materi,
atau bentuk materi sebagai ada didalam diri, atau diri sebagai ada didalam
bentuk materi
Ø tidak
menganggap perasaan sebagai diri, atau diri sebagai perasaan, atau perasaan
sebagai ada didalam diri, atau diri sebagai ada didalam perasaan
Ø tidak
menganggap persepsi sebagai diri, atau diri sebagai persepsi, atau persepsi
sebagai ada didalam diri, atau diri sebagai ada didalam persepsi
Ø tidak
menganggap bentukan-bentukan sebagai diri, atau diri sebagai bentukan-bentukan,
atau bentukan-bentukan sebagai ada didalam diri, atau diri sebagai ada didalam bentukan-bentukan
Ø tidak
menganggap kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai kesadaran, atau kesadaran
sebagai ada didalam diri, atau diri sebagai ada didalam kesadaran
(Jalan Mulia Berunsur Delapan )
Jalan
menuju berhentinya kepribadian: melalui jalan beruas delapan, yang meliputi:
Moralitas:
ucapan benar, tindakan benar, penghidupan benar,
Kosentrasi:
usaha benar, kewaspadaan benar, dan konsentrasi benar
Kebijaksanaan:
pandangan benar, pikiran benar,
(Konsentrasi)
Pengertian
konsentrasi: penyatuan pikiran
Landasan
kosentrasi: empat landasan kewaspadaan (satipatthana)
Peralatan
konsentrasi: empat jenis usaha benar (sammappadhana)
Pengembangan
konsentrasi: pengulangan, pengembangan,
dan penumbuhan keadaan-keadaan yang sama (samadhibhavana).
(Bentukan-Bentukan)
Ada
tiga bentukan-bentukan:
Ø Bentukan
tubuh, misalnya bernafas masuk dan bernafas keluar karena bernafas masuk dan bernafas keluar bersifat
jasmani, keadaan-keadaan ini terikat
dengan tubuh.
Ø Bentukan
ucapan, misalnya pemikiran pemicu dan pemikiran yang bertahan karena pada
awalnya seseorang memicu pikirannya dan mempertahankan pemikirannya, dan lambat
laun dia menggeluarkannya dalam bentuk ucapan.
Ø Bentukan
mental, misalnya persepsi dan perasaan karena persepsi dan perasaan bersifat
mental, keadaan-keadaan ini terikat oleh mental.
(Pencapaian penghentian)
·
Pencapain berhentian
persepsi dan perasaan: apabila seorang bhikkhu sedang
mencapai pelenyapan persepsi dan perasaan, tidak muncul pikiran ‘saya akan
mencapai pelenyapan persepsi dan perasaan’ atau ‘saya sedang mencapai
pelenyapan persepsi dan perasaan’; ‘saya telah mencapai pelenyapan persepsi dan
perasaan’; tetapi agaknya pikirannya sudah lebih dahulu dikembangkan begitu
bijaksananya sehingga batinnya mengarah ke keadaan tersebut. Ketika seorang
bhikkhu sedang mencapai berhentinya persepsi dan perasaan: awalnya bentukan
ucapan, bentukan tubuh dan bentukan mental.
·
Munculnya dari pencapaian berhentinya persepsi dan
perasaan: ketika seorang sedang muncul dari pencapaian pelenyapan persepsi dan
perasaan, tidak akan pikiran: ‘Saya akan bangun dari pencapaian pelenyapan
persepsi dan perasaan’ atau ‘Saya bangun dari pencapaian pelenyapan persepsi
dan perasaan’ atau ‘Saya telah muncul dari pencapaian pelenyapan persepsi dan
perasaan’ ; tetapi agaknya pikirannya telah terlebih dahulu dikembangkan begitu
bijaksananya sehingga mengarah ke keadaan itu. Keadaan yang mula-mula berhenti:
awalnya bentukan mental, bentukan tubuh dan bentukan ucapan.
·
ketika seorang bhikkhu telah muncul dari pencapaian
pelenyapan persepsi dan perasaan, ada 3
jenis kontak yang menyentuhnya yaitu: kontak kosong (sunnato phassa), kontak
tanpa tanda (animitta phassa) dan kontak tanpa keinginan (appanihita phassa)
·
ketika seorang bhikkhu telah bangun dari pencapaian
pelenyapan pencerapan dan perasaan, pikirannya mengarah mengarah pada
pengasingan, bersandar pada pengasingan, cenderung pada pengasingan.
·
(Perasaan)
Tiga macam
perasaan:
Ø
perasaan yanng menyenangkan
Ø
perasaan yang menyakitkan
Ø
perasaan yang bukan menyenangkan pun bukan menyakitkan
ü
Perasaan menyenangkan dari kebajikan menyenangkan dan
dari kebajikan menyakitkan: perasaan menyenangkan bila bertahan dan menyedihkan
apabila berubah.
ü
Perasaan menyakitkan dari kebajikan menyakitkan dan
dari kebajikan menyenangkan: perasaan yang menyakiti bila bertahan dan
menyenangkan apabila berubah.
ü
Perasaan menyenangkan dan menyedihkan sehubungan dengan
perasaan yang bukan menyenangkan pun bukan meyakitkan: menyenangkan apabila ada
pengetahuan akan hal itu dan menyedihkan apabila tidak ada pengetahuan akan hal
itu.
(Kecenderungan-Kecenderungan Yang Mendasari)
Ø
kecenderungan laten yang ada pada perasaan menyenangkan
adalah keserakahan (lobha). Kecenderunga pokok terhadap napsu keserakahan tidak
mendasari semua perasaan menyenangkan. Kecenderungan pokok terhadap keserakahan
harus ditinggalkan sehubungan dengan perasaan yang menyenangkan. Kecenderungan
pokok terhadap keserakahan tidak harus ditinggalkan sehubungan dengan semua
perasaan yang menyenangkan.
Ø
Kecenderungan laten yang ada pada perasaan menyakitkan
adalah ketidaksenangan (dosa). Kecenderungan pokok terhadap ketidaksenangan
tidak mendasari semua perasaan menakitkan. Kecenderungan pokok terhadap
ketidaksenangan harus ditinggalkan sehubungan dengan perasaan yang menyakitkan.
Kecenderungan pokok terhadap ketidaksenangan tidah harus ditinggalkan
sehubungan dengan semua perasaan yang menyakitkan
Ø
Kecenderungan laten yang ada pada perasaan bukan
menyenangkan maupun bukan menyakitkan adalah kebodohan (moha). Perasaan pokok
terhadap kebodohan tidak mendasari semua perasaan yang bukan menyenangkan pun
bukan menyakitkan. Kecenderungan pokok terhadap kebodohan harus ditinggalkan
sehubungan dengan perasaan yang bukan
menyenangkan pun bukan menyakitkan. Kecenderungan pokok terhadap kebodohan
tidak harus ditinggalkan sehubungan
dengan semua perasaan yang bukan menyenangkan pun bukan menyakitkan.
Seorang bhikkhu, jauh dari nafsu indera, jauh dari
akusala dhamma, ia mencapai dan berada dalam Jhana I yang disertai vitakha
usaha pikiran untuk menangkap obyek, vicara (obyek telah tertangkap oleh
pikiran), kegiuran (piti) dan kebahagiaan (sukha) yang muncul karena
ketenangan: dengan ini ia meninggalkan keserakahan dan kecenderungan laten
keserakahan tidak ada. Seorang bhikkhu berpikir: ‘Kapan saya akan masuk dan
berada dalam keadaan yang telah dicapai dan ditinggali oleh para ariya? Maka
dengan cara ini ia mengembangkan cinta-kasih untuk pembebasan tertinggi
(anuttara vimokha), kesedihan muncul dengan cinta-kasih sebagai kondisinya:
dengan itu ia meninggalkan ketidaksenangan dan kecenderungan laten ketidaksenangan
tidak ada.
Dengan meninggalkan kesenangan dan kesedihan dengan
lebih dahulu melenyapkan kesenangan dan penderitaan, seorang bhikkhu mencapai
dan berada dalam Jhana IV dengan ‘bukan kesakitan maupun bukan menyenangkan’,
perhatian yang murni karena keseimbangan batin: dengan itu ia meninggalkan
kebodohan, dan kecenderungan laten kebodohan tidak ada.”
(Imbangan-Imbangan)
Ø
Perasaan menyakitkan adalah lawan dari perasaan
menyenangkan.
Ø
Perasaan menyenangkan adalah lawan dari perasaan
menyakitkan.
Ø
Kebodohan adalah lawan dari perasaan bukan
menyenangkan maupun bukan perasaan menyedihkan.
Ø
Pengetahuan benar adalah lawan dari kebodohan.
Ø
Pembebasan adalah lawan dari pengetahuan sejati.
Ø
Nibbana adalah lawan dari pembebasan.
Kesimpulan: Dalam Cūḷavedalla Sutta
menguraikan tentang tanya jawab antara vesakha
dengan bhikkhuni dhammadina mengenai kepribadian, asal mula kepribadian, berhentinya
kepribadian dan jalan menuju lenyapnya kepribadian. setelah percakapanya dengan
bhikkhuni dhammadinna, vesakha bersukacita dan bergembira di dalam kata-kata
bhikkhuni dhammadhinna.
Pesan moral: Kembangkanlah kesadaran untuk mengenal diri sendiri
sebagai usaha untuk mengikis lobha, dosa, moha dan sebagai upaya untuk mecapai
kesempurnaan.
Refrensi: Ñānamoli Bhikkhu, Bhikkhu Bodhi. 2006. Majjhima Nikāya III Kitab Suci Agama Buddha.
Klaten: Vihāra Bodhivamsa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar