Rabu, 20 Februari 2013

Cūḷavedalla Sutta (Rangkaian Pendek Tentang Pertanyaan dan Jawaban)


Cūḷavedalla Sutta
(Rangkaian Pendek Tentang Pertanyaan dan Jawaban)


Tempat: Rājagaha di Hutan Bambu, taman suaka tupai.
Latar Belakang: berkenaan adanya umat awam bernama Visākha yang mendatangi Bhikkhunī Dhammadinnā  untuk bertanya mengenai istilah kepribadian.
Inti sutta:
Kepribadian
            Kepribadian merupakan lima  kelompok unsur kehidupan  yang terpengaruh oleh kemelekatan. Lima kelompok tersebut terdiri dari:
Ø  Kelompok bentuk materi (rupakandha) yang dipengaruhi oleh kemelekatan
Ø  Kelompok perasaan (vedanakhandha) yang dipengaruhi oleh kemelekatan
Ø  Kelompok persepsi (sannakhandha) yang dipengaruhi oleh kemelekatan
Ø  Kelompok bentuk-bentuk pikiran (sankharakhandha) yang dipengaruhi oleh kemelekatan
Ø  Kelompok kesadaran (vinnanakhandha) yang dipengaruhi oleh kemelekatan
            Asal-mula kepribadian: adanya keinginan untuk terlahir kembali yang disertai kesenangan dan nafsu indera, kesenangan di sini dan di sana, yaitu: keinginan nafsu indera (kamatanha), keinginan untuk menjadi (bhavatanha) dan keinginan untuk tak menjadi (vibhavatanha).
            Berhentinya kepribadian: penghentian dan penghancuran tanpa sisa, membuang, meninggalkan, melepaskan, dan menolak nafsu keingginan yanng sama.
Jalan mulia berunsur-delapan: pandangan benar, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan benar, penghidupan benar, usaha benar, kewaspadaan benar, konsentrasi benar.
(Pandangan Tentang Kepribadian)
            Asal-mula terjadinya pandangan tentang kepribadian: adanya orang awam yang tidak belajar, tidak menghormat terhadap orang-orang mulia (ariya), tidak mempunyai pengetahuan dhamma dan tidak melaksanakan dhamma; tidak hormat kepada orang-orang benar (sappurisa), tidak mempunyai pengetahuan dengan dhamma mereka dan tidak melaksanakan dhamma mereka
Ø  Menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai ada didalam diri, atau diri sebagai ada didalam bentuk materi
Ø  Menganggap perasaan sebagai diri, atau diri sebagai memiliki perasaan, atau perasaan sebagai ada didalam diri, atau diri sebagai ada didalam perasaan
Ø  Menganggap persepsi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki persepsi, atau persepsi sebagai ada didalam diri, atau diri sebagai ada didalam persepsi
Ø  Menganggap bentukan-bentukan sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentukan-bentukan, atau bentukan-bentukan sebagai ada didalam diri, atau diri sebagai ada didalam bentukan-bentukan
Ø  Menganggap kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai memiliki kesadaran, atau kesadaran sebagai ada didalam diri, atau diri sebagai ada didalam kesadaran
            Tidak terjadinya pandangan tentang kepribadian: siswa ariya yang terpelajar, menghormat terhadap orang-orang mulia (ariya), mempunyai pengetahuan dhamma dan melaksanakan dhamma; menghormat kepada orang-orang benar (sappurisa), mempunyai pengetahuan dengan dhamma mereka dan melaksanakan dhamma mereka
Ø  tidak menganggap bentuk materi sebagai diri, atau diri sebagai memiliki bentuk materi, atau bentuk materi sebagai ada didalam diri, atau diri sebagai ada didalam bentuk materi
Ø  tidak menganggap perasaan sebagai diri, atau diri sebagai perasaan, atau perasaan sebagai ada didalam diri, atau diri sebagai ada didalam perasaan
Ø  tidak menganggap persepsi sebagai diri, atau diri sebagai persepsi, atau persepsi sebagai ada didalam diri, atau diri sebagai ada didalam persepsi
Ø  tidak menganggap bentukan-bentukan sebagai diri, atau diri sebagai bentukan-bentukan, atau bentukan-bentukan sebagai ada didalam diri, atau diri sebagai ada didalam bentukan-bentukan
Ø  tidak menganggap kesadaran sebagai diri, atau diri sebagai kesadaran, atau kesadaran sebagai ada didalam diri, atau diri sebagai ada didalam kesadaran
(Jalan Mulia Berunsur Delapan )
Jalan menuju berhentinya kepribadian: melalui jalan beruas delapan, yang meliputi:
Moralitas: ucapan benar, tindakan benar, penghidupan benar,
Kosentrasi: usaha benar, kewaspadaan benar, dan konsentrasi benar
Kebijaksanaan: pandangan benar, pikiran benar,
(Konsentrasi)
Pengertian konsentrasi: penyatuan pikiran
Landasan kosentrasi: empat landasan kewaspadaan (satipatthana)
Peralatan konsentrasi: empat jenis usaha benar (sammappadhana)
Pengembangan konsentrasi:  pengulangan, pengembangan, dan penumbuhan keadaan-keadaan yang sama (samadhibhavana).
(Bentukan-Bentukan)
Ada tiga bentukan-bentukan:
Ø  Bentukan tubuh, misalnya bernafas masuk dan bernafas keluar karena  bernafas masuk dan bernafas keluar bersifat jasmani,  keadaan-keadaan ini terikat dengan tubuh.
Ø  Bentukan ucapan, misalnya pemikiran pemicu dan pemikiran yang bertahan karena pada awalnya seseorang memicu pikirannya dan mempertahankan pemikirannya, dan lambat laun dia menggeluarkannya dalam bentuk ucapan.
Ø  Bentukan mental, misalnya persepsi dan perasaan karena persepsi dan perasaan bersifat mental, keadaan-keadaan ini terikat oleh mental.
(Pencapaian penghentian)
·         Pencapain berhentian persepsi dan perasaan:  apabila seorang bhikkhu sedang mencapai pelenyapan persepsi dan perasaan, tidak muncul pikiran ‘saya akan mencapai pelenyapan persepsi dan perasaan’ atau ‘saya sedang mencapai pelenyapan persepsi dan perasaan’; ‘saya telah mencapai pelenyapan persepsi dan perasaan’; tetapi agaknya pikirannya sudah lebih dahulu dikembangkan begitu bijaksananya sehingga batinnya mengarah ke keadaan tersebut. Ketika seorang bhikkhu sedang mencapai berhentinya persepsi dan perasaan: awalnya bentukan ucapan, bentukan tubuh dan bentukan mental.
·         Munculnya dari pencapaian berhentinya persepsi dan perasaan: ketika seorang sedang muncul dari pencapaian pelenyapan persepsi dan perasaan, tidak akan pikiran: ‘Saya akan bangun dari pencapaian pelenyapan persepsi dan perasaan’ atau ‘Saya bangun dari pencapaian pelenyapan persepsi dan perasaan’ atau ‘Saya telah muncul dari pencapaian pelenyapan persepsi dan perasaan’ ; tetapi agaknya pikirannya telah terlebih dahulu dikembangkan begitu bijaksananya sehingga mengarah ke keadaan itu. Keadaan yang mula-mula berhenti: awalnya bentukan mental, bentukan tubuh dan bentukan ucapan.
·         ketika seorang bhikkhu telah muncul dari pencapaian pelenyapan persepsi dan perasaan, ada  3 jenis kontak yang menyentuhnya yaitu: kontak kosong (sunnato phassa), kontak tanpa tanda (animitta phassa) dan kontak tanpa keinginan (appanihita phassa)
·         ketika seorang bhikkhu telah bangun dari pencapaian pelenyapan pencerapan dan perasaan, pikirannya mengarah mengarah pada pengasingan, bersandar pada pengasingan, cenderung pada pengasingan.
·          
(Perasaan)
Tiga macam perasaan:
Ø  perasaan yanng menyenangkan
Ø  perasaan yang menyakitkan
Ø  perasaan yang bukan menyenangkan pun bukan menyakitkan
ü  Perasaan menyenangkan dari kebajikan menyenangkan dan dari kebajikan menyakitkan: perasaan menyenangkan bila bertahan dan menyedihkan apabila  berubah.
ü  Perasaan menyakitkan dari kebajikan menyakitkan dan dari kebajikan menyenangkan: perasaan yang menyakiti bila bertahan dan menyenangkan apabila berubah.
ü  Perasaan menyenangkan dan menyedihkan sehubungan dengan perasaan yang bukan menyenangkan pun bukan meyakitkan: menyenangkan apabila ada pengetahuan akan hal itu dan menyedihkan apabila tidak ada pengetahuan akan hal itu.
(Kecenderungan-Kecenderungan Yang Mendasari)
Ø  kecenderungan laten yang ada pada perasaan menyenangkan adalah keserakahan (lobha). Kecenderunga pokok terhadap napsu keserakahan tidak mendasari semua perasaan menyenangkan. Kecenderungan pokok terhadap keserakahan harus ditinggalkan sehubungan dengan perasaan yang menyenangkan. Kecenderungan pokok terhadap keserakahan tidak harus ditinggalkan sehubungan dengan semua perasaan yang menyenangkan.
Ø  Kecenderungan laten yang ada pada perasaan menyakitkan adalah ketidaksenangan (dosa). Kecenderungan pokok terhadap ketidaksenangan tidak mendasari semua perasaan menakitkan. Kecenderungan pokok terhadap ketidaksenangan harus ditinggalkan sehubungan dengan perasaan yang menyakitkan. Kecenderungan pokok terhadap ketidaksenangan tidah harus ditinggalkan sehubungan dengan semua perasaan yang menyakitkan
Ø  Kecenderungan laten yang ada pada perasaan bukan menyenangkan maupun bukan menyakitkan adalah kebodohan (moha). Perasaan pokok terhadap kebodohan tidak mendasari semua perasaan yang bukan menyenangkan pun bukan menyakitkan. Kecenderungan pokok terhadap kebodohan harus ditinggalkan sehubungan  dengan perasaan yang bukan menyenangkan pun bukan menyakitkan. Kecenderungan pokok terhadap kebodohan tidak harus ditinggalkan sehubungan  dengan semua perasaan yang bukan menyenangkan pun bukan menyakitkan.
Seorang bhikkhu, jauh dari nafsu indera, jauh dari akusala dhamma, ia mencapai dan berada dalam Jhana I yang disertai vitakha usaha pikiran untuk menangkap obyek, vicara (obyek telah tertangkap oleh pikiran), kegiuran (piti) dan kebahagiaan (sukha) yang muncul karena ketenangan: dengan ini ia meninggalkan keserakahan dan kecenderungan laten keserakahan tidak ada. Seorang bhikkhu berpikir: ‘Kapan saya akan masuk dan berada dalam keadaan yang telah dicapai dan ditinggali oleh para ariya? Maka dengan cara ini ia mengembangkan cinta-kasih untuk pembebasan tertinggi (anuttara vimokha), kesedihan muncul dengan cinta-kasih sebagai kondisinya: dengan itu ia meninggalkan ketidaksenangan dan kecenderungan laten ketidaksenangan tidak ada.
Dengan meninggalkan kesenangan dan kesedihan dengan lebih dahulu melenyapkan kesenangan dan penderitaan, seorang bhikkhu mencapai dan berada dalam Jhana IV dengan ‘bukan kesakitan maupun bukan menyenangkan’, perhatian yang murni karena keseimbangan batin: dengan itu ia meninggalkan kebodohan, dan kecenderungan laten kebodohan tidak ada.”
(Imbangan-Imbangan)
Ø  Perasaan menyakitkan adalah lawan dari perasaan menyenangkan.
Ø  Perasaan menyenangkan adalah lawan dari perasaan menyakitkan.
Ø  Kebodohan adalah lawan dari perasaan bukan menyenangkan maupun bukan perasaan menyedihkan.
Ø  Pengetahuan benar adalah lawan dari kebodohan.
Ø  Pembebasan adalah lawan dari pengetahuan sejati.
Ø  Nibbana adalah lawan dari pembebasan.

Kesimpulan: Dalam Cūḷavedalla Sutta menguraikan tentang tanya jawab antara  vesakha dengan bhikkhuni dhammadina mengenai kepribadian, asal mula kepribadian, berhentinya kepribadian dan jalan menuju lenyapnya kepribadian. setelah percakapanya dengan bhikkhuni dhammadinna, vesakha bersukacita dan bergembira di dalam kata-kata bhikkhuni dhammadhinna.
Pesan moral: Kembangkanlah kesadaran untuk mengenal diri sendiri sebagai usaha untuk mengikis lobha, dosa, moha dan sebagai upaya untuk mecapai kesempurnaan.
Refrensi: Ñānamoli Bhikkhu, Bhikkhu Bodhi. 2006. Majjhima Nikāya III Kitab Suci Agama Buddha. Klaten: Vihāra Bodhivamsa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar