Kontestasi Pemaknaan Bhawana Dalam
Masyarakat Buddhis
Dusun Joyo
Perkembangan
zaman sangat berpengaruh besar bagi perubahan pola pikir manusia. Kemajuan
teknologi yang digunakan untuk memudahkan pekerjaan maupun aktifitas manusia yang kian pesat merupakan
salah satu dampak dari perkembangan zaman. Dengan adanya perkembangan zaman
akan memberikan manfaat besar apabila didasari dengan penggunaan teknologi
secara bijaksana. Selain itu, Setiap
aktifitas yang disertai dengan teknologi tentunya akan memperoleh hasil yang
lebih maksimal. Sebaliknya, teknologi tersebut akan berdampak buruk apabila
seseorang yang memanfaatkannya diliputi oleh adanya faktor lobha, dosa dan moha yang
menggebu-gebu. Sejalan dengan perkembangan zaman, dengan adanya perkembangan
teknologi memberikan dampak yang besar bagi
daya pikir manusia yang lebih bersifat praktis jalam menjalani
kehidupan. Begitu pula pemaknaan Bhavana, pola pikir dalam pemaknaan Bavana pun
mulai bergeser dari Bhavana yang bersifat praksis kedalam Bhavana yang didasari
catatan-catatan sebagai pedoman dalam pelaksanaan Bhavana.
Sejak awal
kotbah Sang Buddha tidak bisa terlepas praktik Bhavana. Sejak zaman Buddha
prakik Bhavana telah diwariskan turun temurun sebagai sarana untuk pembebasan
diri dari dukkha. Pelaksanaan Bhavana
yang awalnya dipraktikan secara langung oleh masyarakat sebagai pengalaman
hidup.setiap orang yang inggin belajar Bhavana harus melaksanakan Bhavana yang
diajarkan oleh Sang Buddha hingga mencapai tingkatan-tingkatan dalam meditasi
baru menyimpulkan kebahagiaan yang diperoleh dari pelaksanaan samadhi. Sejalan
dengan perkembangan zaman dengan masuknya pengaruh kebudayaan yunanai memberi
nuansa pemaknaan tersendiri dalam pelaksanaan Bhavana. Kebudayaan bangsa India
yang awalnya bersifat praksis yang lebih mengutamakan praktik langsung dalam
memperoleh kesucian dengan masuknya kebudayaan yunani yang lebih bersifat teoritis
berdampak dalam pemaknaan Bhavana di masyarakat. Dengan adanya pengaruh
kebudayaan yunani yang menjabarkan praktik Bhavana dalam bentuk catataan
teori-teori tentang Bhavana akan lebih memudahkan masyarakat untuk lebih
mendalami praktik samadhi.
Teori-teori yang
diajarkan tentunya kian berkembang dimasyarakat. Pengaruh kebudayaan yunani
memberikan manfaat yang besar bagi pemaknaan Bavana. Dengan pembukuan memberikan peluang masyarakat untuk
mendalami Bhavana terlebih dahulu sebelum pelaksanaan Bavana di lapangan secara
langsung. Sejalan perkembangan Ajaran Buddha yang kian berkembang, pemahaman
antara orng tua dan anak muda di suatu tempat tentu ada sedikit perbedaan. Akan
tetapi, tujuan pelaksanaan Bhavana tetap sama yaitu sebagai upaya untuk membebaskan
diri dari penderitaan. Tulisan tentang Kontestasi Pemaknaan Bhawana Dalam
Masyarakat Buddhis ini dihadirkan guna memberikan pengetahuan kepada masyarakat
tentang bagaimana umat Buddha memaknai istilah Bhavana.
Dalam ajaran Buddha
Bhavana merupakan sarana yang baik untuk mengembangkan kesadaran. Kesadaran dimunculkan
melalui praktik Bhavana dengan memperatikan obyek yang digunakan. Pelaksanaan Bhavana
akan dapat mendorong seseorang menuju penerangan sempurna. Pelaksanaan Bhavana
harus berlandasan pada pengertian benar. Dengan adanya pengertian benar dalam
penggunaan obyek akan dapat mempermudah seseorang untuk melaksanaaan Bhavana.
Pengertian benar mengenai obyek yang digunakan
sangat membantu seseorang pencapaian penerangan sempurna. Dalam tahap awal
untuk pencapaian penerangan sempurna, seseorang haruslah memahami istilah Bhavana
terlebih dahulu sebagai pondasi dasar menuju pembebasan dari penderitaan.
Pemahaman
seseorang terhadap istilah Bhavana tentunya sangat dipengaruhi oleh banyak
faktor yang meliputinya. Faktor pendidikan merupakan salah satu faktor yang
memiliki peran penting untuk memperoleh pemahaman yang tepat tentang Bhavana.
Seseorang yang memiliki pendidikan yang tinggi serta menjurus pada agama Buddha
tentu akan memudahkan mereka untuk memaknai istilah Bhavana yang benar. Dengan
adanya pemaknaan yang benar akan memudahkan seseorang untuk mengaplikasikan
teori Bhavana dalam kehidupan sehari-hari. Pengalaman pribadi dalam melakukan
diskusi-diskusi dhamma akan berpengaruh pada pemaknaan masyarakat tentang Bhavana.
Hasil diskusi mengenai Bhavana yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari
dengan landasan pengertian benar akan memperkokoh keyakinan seseorang terhadap Bhavana.
Dengan keyakinan tersebut akan mendorong seseorang mempraktikan Bhavana demi tujuan pembebasan
dari dukkha.
Pelaksanaan Bhavana
dalam masyarakat tentu memiliki cara-cara tersendiri berbeda-beda. Menurut Mbah
Sutiman (berusia sekitar 73 tahun) berpendapat bahwa Bhavana merupakan sarana
untuk mengembangkan cinta kasih dalam diri. Dalam pelaksanaan Bhavana, seorang
meditator mengucapkan istilah mugi-mugi
sedoyo titah manggiho tentrem rahayu. Pada pelaksanan meditasi dengan obyek
cintakasih, pikiran lebih diarahkan untuk mengulangi ucapan-ucapan tersebut
secar rutin dan terus menerus didalam batin hingga pikiran terpusat pada obyek
meditasi. Menurut Mbah Sutiman pelaksanaan Bhavana lebih kompleks kurang
dipahami karena menurut pandangannya samadhi yang lebih kompleks cenderung
dilaksanakan untuk para Bhikkhu yang meninggalkan kehidupan duniawi.
Penggunaan
bahasa dalam penyampaian Bhavana menjadi salah satu hambatan Mbah Sutiman untuk
mendalami Bhavana. Untuk memperdalam pengetahuan tentang Bhavana, Mbah Sutiman
lebih mengandalkan informasi dari hasil dhammadesana yang disampaikan dalam
bentuk bahasa Jawa. Bagi Mbah sutiman,
penggunaan bahasa sangat mempengaruhi beliau dalam memaknai Bhavana. Sehingga
beliau kurang dapat memetik hasil dari dhammadesana apabila dhamma yang dibabarkan
dalam bentuk bahasa indonesia.
Perbedaan pelaksanaan Bhavana sangat
dipengaruhi oleh seseorang yang membimbingnya. Dalam wawancara yang kedua,
tertuju pada sosok Mbah Kurdi yang berusia sekitar 65 tahun mantan pengurus
Vihara Vajra Bumi Dharma Sasana (sekarang menjadi nama Vihara Dharma Sasana) di
Dusun Joyo, Desa Tlogo, Kecamatan tuntang. Selama perjalanannya dalam mengurusi
Vihara Dharma Sasana sering terjadi perubahan aliran Buddha di vihara tersebut.
Ketika dalam pengurusan awalnya berpedoman pada aliran Mahayana istilah Bhavana
dalam pelaksanaannya sepertihalnya mengembangkan cinta kasih kepada semua
makhluk. Obyek Metta menjadi obyek dasar untuk pelaksanaan Bhavana dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam pelaksanaan Metta Bhavana pikiran diarahkan untuk
mendoakan agar semua makhluk hidup agar mendapatkan kebahagiaan. Istilah
tersebut diulangi hingga pikiran terfokus pada obyek Bhavana.
Perubahan Aliran
Mahayana ke dalam aliran Buddhayana memberi pengaruh pada pelaksanaan Bhavana
yang diajarkan. Dalam ajaran Buddhayana pelaksanaan Bhavana lebih cenderung
pada obyek pernafasan. Obyek meditasi pernafasan yang diajarkan oleh Buddhayana
berupa meditasi sembilan nafas. Meditasi sembilan nafas lebih berupa mengamati
dan hitungan nafas yang ditata secara sedemikian rupa sehingga pikiran terfokus
pada obyek pernafasan. Pelaksanaan meditasi sembilan nafas menurut Mbah Kurdi
dilaksanakan dengan cara memperhatikan ketika nafas masuk dari lubang hidung
kanan dan keluar pada hidung kiri; nafas masuk dari lubang hidung kiri keluar
dari lubang hidung kanan; selanjutnya bersama-sama menghirup nafas satu kali
menggunakan kedua lubang hidung. Rangkaian mengamati nafas tersebut dihitung
pada tahapan meditasi nafas yang pertama. Tahapan meditasi nafas yang kedua,
proses pengambilan nafas serta pengeluaran nafas sama seperti sebelumnya akan
tetapi pada saat mengirup nafas secara bersama-sama menggunakan kedua belah
hidung, proses pengambilan nafas yang dilakukan bertambah menjadi dua hirupan
nafas secara bersama-sama. Tahap meditasi pengambilan nafas yang ketiga dan
seterusnya sampai pada tahapan nafas yang kesembilan prosesnya sama dengan
sebelumnya, hanya saja saat menghirup menggunakan kedua belah hidung semakin
meningkat. Uniknya pada meditasi sembilan nafas ini, untuk mengakhiri nafas
yang kesembilan nafas yang dihirup harus berasal dari lubang hidung kanan dan
dikeluarkan pada lubang hidung paling kiri. Proses pernafasan tersebut
melambangkan bahwa sebelum keluar dari meditasi, seorang meditator telah
mengeluarkan segala kekotoran batin melalui lubang hidung yang kiri.
Pelaksanaan
meditasi sembilan nafas, pikiran diarahkan untuk selalu terfokus pada obyek
meditasi. Ketika terjadi nafas masuk pelan pikiran diarahkan untuk menyadari
proses nafas yang pelan dan dengan penuh kesadaran mengeluarkan nafas pun
secara perlahan-lahan. Selain itu, dalam pelaksanaan meditasi sembilan nafas pikiran
selalu diarahkan untuk memperhatikan nafas sehingga apabila ada kontak suara
pikiran diarahkan untuk fokus pada obyek yang dipakai hingga telinga tidak
mendengar sumber suara yang muncul.
Perubahan aliran
Buddhayana dalam bentuk Zenfaocoung memberi pengalaman yang baru dalam
pelaksanaan Bhavana. Menurut Mbah Kurdi pelaksanaan Bhavana dalam aliran
Zenfaocoung mengarahkan pikiran melalui meditasi dalam bentuk visualisasi Dewi
Kwan Im. Meditasi dalam bentuk visualisasi ini pikiran diarahkan pada sifat
luhur dari Dewi Kwan Im yang memiliki sifat cinta kasih serta memiliki sifat
yang welas asih kepada semua makhluk hidup. Selain itu dalam pelaksanaan
meditasi dalam bentuk visualisasi pikiran juga diarahkan untuk merenungi
keingginanya. Dengan kemurahan hati Dewi Kwan Im berharap supaya segala yang
telah direncanakan dan diharapkan dapat dikabulkan. Sehingga dalam aliran
Zenfaocoung menurut pandangan Mbah Kurdi masih memiliki kepercayaan selain
untuk merenungi sifat-sifat luhur dari Dewi Kwan Im, pelaksanaan meditasi juga
sebagai sarana dedongo (berdoa meminta
berkah) kepada Dewi Kwan Im.
Perubahan aliran
dari Zenfaocoung menjadi Theravada dalam pelaksanaan Bhavana dirasakan lebih
ringan. Menurut Mbah Kurdi pelaksanaan samadhi pada aliran Theravada seperti
halnya aliran mahayana yaitu dengan mengembangkan cinta-kasih kepada makhluk
hidup. Dalam pelaksanaan Bhavana pernafasan tidak serumit pada aliran Buddhayana
yang terdiri dari meditasi sembilan nafas. Pada aliran Theravada, meditasi
pernafasan lebih mudah yaitu dengan memperhatian proses keluar masuknya nafas
dari lubang hidung.
Dalam proses
pelaksanaan Bhavana halangan yang terbesar berasal dari dalam diri sendiri.
Seseorang yang ingin melaksanakan Bhavana harus meluangkan waktu mereka dari
kesibukan dan harus memiliki kemauan yang keras untuk melaksanakan Bhavana.
Menurut Mbah Kurdi, ketika seseorang memiliki kemauaan keras untuk melaksanakan
Bhavana maka faktor-faktor yang lain akan lebih mudah untuk ditinggalkan.
Sebaliknya seseorang tidak memilki kemauan untuk melaksanakan Bhavana, walaupun
seseorang dengan susah payah membuat posisi paling nyaman serta mengkondisikan
lingkungan kondusif untuk meditasi,
dalam pelaksanaan meditasi tetap saja tidak akan maksimal. untuk mengurangi halangan yang muncul dari
dalam diri berupa kemalasan, pikiran harus dikondisikan siap untuk melaksanakan
meditasi. Sehingga dengan kondisi pikiran yang siap nantinya akan memudahkan
seseorang untuk menerima kenyataan-kenyataan saat berlangsungnya Bhavana.
Pemahaman
istilah Bhavana dalam masyarkat semakin meningkat. Peningkatan pemahaman
Bhavana yang awalnya merupakan sarana dedongo
sekarang lebih cenderung pada pemaknaan Bhavana sebagai sarana untuk memperoleh
ketenangan batin. Menurut Bpk. Isrun
(berusia 44 tahun) selaku ketua Vihara Dharma Sasana mengakui bahwa
perkembangan pola pikir masyarakat buddhis mulai terjadi perubahan yang lebih
baik. Pada awal Ajaran Buddha masuk di dusun joyo sebagian besar masyarakat
buddhis masih beranggapan bahwa Bhavana sebagai sarana untuk meminta berkah
kepada Sang Yang Adhi Buddha supaya mendapatkan keselamatan dan kesehatan.
Anggapan tersebut muncul disebabkan masuknya ajaran Buddha di Dusun Joyo tidak
diimbangi dengan adanya panduan yang membimbing pelaksanaan Bhavana. Sejak
adanya panduan dari Romo Puji (mantan bhikkhu Vijito) pola pikir masyarakat
mulai memahami istilah Bhavana sebagai sarana untuk ketenangan batin, walaupun
masih terdapat sebagian masyarakat yang masih beranggapan bahwa Bhavana sebagai
sarana dedongo.
Pengalaman
Bhavana yang Bpk. Isrun laksanakan tidak jauh berbeda dengan pengalaman pelaksanaan
bhavana yang dilakukan oleh Mbah Kurdi. Selama perubahan aliran Buddha yang
pernah terjadi, Bpk. Isrun juga merasakan Bhavana yang bermacam-macam. Akan
tetapi, setelah perubahan ajaran Buddha di Dusun Joyo menjadi aliran Theravada
belia sekarang lebih cenderung menggunakan Metta Bhavana dan Anapanasati
sebagai sarana dalam memperoleh ketenangan batin. Menurut Bpk. Isrun dengan
melaksanakan Bhavana beliau merasakan pikirannya lebih tenang dalam melakukan
pekerjaan.
Saat melaksanakan
bhavana kesibukan menjadi penghalang saat melaksanakan Bhavana. Sebagai seorang
petani yang dituntut memenuhi kebutuhan keluarga menjadi penghalang saat akan
melaksanakan bhavana. Dalam keseharian yang sibuk menurut bapak Isrun sangat
sulit untuk mengembangkan Bhavana. Apabila dalam kesibukan dipaksakan untuk melaksanakan Bhavana pikiranya selalu tertuju
pada pekerjaan untuk memenuhi keluarganya. Dalam keadaan sibuk tentuya sangat
sulit bagi beliau untuk melaksanakan Bhavana. Sehingga untuk melakukan Bhavana
beliau cenderung mengunakan waktu-luang yang tepat serta tidak terlalu
dipusingkan oleh pekerjaan.
Pemaknaan
bhavana antara satu orang dengan orang lain yang memiliki jarak usia yang tidak
terlalu jauh serta dengan latar belakang yang sama menimbulkan kemiripan dalam
memaknai istilah bhavana. Menurut pandangan Ibu Ngatini (berusia 44 tahun)
Bhavana merupakan proses duduk dengan keheningan. Dalam keheningan tersebut pikiran
diarahkan untuk mengembangkan cinta kasih kepada semua makhluk hidup. Obyek
cinta kasih dijadikan Ibu Ngatini sebagai obyek dasar dalam melaksanakan
Bhavana. Menurut sepengetahuan Ibu Ngatini untuk memperoleh ketenangan batin
seseorang harus mengembangkan obyek cinta kasih. Obyek cinta kasih tersebut
ditujukan kepada semua makhluk dengan harapan supaya dalam saat ini diri beliau
serta para makhluk hidup sama-sama mendapatkan kebahagiaan.
Dalam
pelaksanaan Bhavana Ibu Ngatini mempunyai kesulitan tersendiri untuk
mengkonsentrasikan pikiran. Dalam pelaksanaan Bhavana, saat mata mulai terpejam
dalam beberapa saat kepala beliau merasakan pusing. Kepala pusing tersebut
sering menjadi hambatan saat melaksanakan Bhavana. Untuk mengurangim rasa
pusing Ibu Ngatini sering membuka matanya dengan harapan pusingnya akan sembuh.
Akan tetapi saat mengulangi untuk memejamkan mata dalam rangka mengembangkan
cinta kasih rasa pusing tersebut sering muncul saat memejamkan mata. Timbulnya
kepala pusing saat pelaksanaan bhavana membuat Ibu Ngatini jarang melaksanakan
Bhavana. Kalaupun dalam kondisi tertentu setelah puja bakti masyarakat Buddhis
melaksanakan Bhavana, beliau hanya menyempatkan beberapa saat untuk memejamkan
mata mengembangkan cinta kasih dan dalam tempo yang singkat beliau segera
membuka mata agar tidak pusing.
Pengaruh
pendidikan mempunyai peran penting dalam memaknai istilah bhavana. Seseorang
yang memiliki pendidikan akan lebih cenderung memberikan pemahaman seperti
halnya yang pernah guru mereka ajarkan. Menurut Ari (usia 20 tahun) istilah
Bhavana dibedakan menjadi dua macam yaitu Samatha Bhavana serta Vipassana
Bhavana. Seseorang yang melaksanakan Samatha bhavana bertujuan untuk memperoleh
ketenangan batin sedangkan Vipassana Bhavana cenderung ditujukan untuk
memperoleh pandangan terang.
Pelaksanaan
bhavana dalam kehidupan sehari-hari Ari lebih cenderung menggunakan Samatha
bhavana. Dalam pelaksanaan Samatha Bhavana menurut pandangan Ari lebih mudah
dari pada pelaksanaan Vipassana Bhavana. Dalam Samatha Bhavana yang sering
beliau gunakan adalah dengan mengembangkan cinta kasih serta mengamati proses
keluar masuknya nafas lewat hidung. Untuk pelaksanaannya kedua obyek Samatha
Bhavana tersebut lebih mudah dalam memperoleh panduannya. Panduan tersebut
mudah diperoleh lewat diskusi dengan teman maupun dari buku bacaan yang sudah
tersebar luas. Sedangkan obyek samatha bhavana yang lain sangat sulit untuk
mencari panduannya sehingga takutnya kalau salah langkah dapat menyesatkannya.
Menurut Ari: “dari pada melaksanakan Bhavana yang kurang mendapat panduan yang
menyebabkan tersesat, lebih baik melaksanakan Bhavana yang sudah banyak
panduanya toh tujuan akhirnya sama”. Selain kurangnya refrensi, yang menjadi
hambatan terbesar dalam diri Ari lebih cenderung pada ketakutan untuk melakukan
Bhavana. Ketakutan akan terjerumus dalam Bhavana yang menyesatkan membuat Ari jarang
untuk mengubah obyek dalam upaya mengembangkan Bhavana. Sehingga dalam
pelaksanaannya Ari lebih cenderung menggunakan obyek samadhi yang dia ketahui.
Pandangan dalam
memaknai istilah Bhavana yang Ari ungkapkan tidak jauh berbeda dengan pandangan
Rani. Menurut Rani (berusia 19 tahun) mengartikan istilah bhavana sebagai
konsentrasi. Dalam konsentrasi, seseorang harus memfokuskan pikiran pada suatu
obyek. Obyek yang digunakan pun bermacam-macam yang terdiri dari 40 kammatthanha.
Diantara 40 kammatthanha sebagai obyek meditasi, Rani lebih cenderung
menggunakan bhavana cinta kasih serta bhavana dengan obyek mengamati keluar
masuknya nafas. Dasar dalam menggunaan obyek bhavana tersebut dikarenakan obyek
cinta kasih serta obyek dengan mengamati keluar masuknya nafas pelaksanaannya
lebih simpel serta mudah untuk dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari. Rani
mengakui bahwa walaupun dalam proses belajarnya dulu pernah mendapat pelajaran
tentang teori meditasi akan tetapi untuk pelaksanaannya samadhi yang
benar-benar mendalam belum begitu mengetahuinya. Sehingga untuk pelaksanaan
Bhavana dalam kehidupan sehari-hari Rani cenderung menggunakan obyek cinta
kasih serta obyek dengan mengamati proses keluar masuknya nafas yang
pelaksanaannya lebih simpel.
Pelaksanaan
Bhavana terdapat rintangan yang dalam pandangan Rani berupa palibodha. Menurut
Rani untuk melaksanakan bhavana yang baik, seseorang harus berusaha untuk mengkondisikan
suasana tempat untuk melakukan Bhavana terbebas dari gangguan-gangguan dari
luar. Dengan menghindari gangguan-gangguan dari luar tersebut akan dapat
memudahkan seseorang untuk melakukan Bhavana. Selain itu, seseorang yang inggin
melakukan Bhavana harus mempunyai semagat yang besar. Dengan adanya semangat
akan dapat memberi dorongan dari dalam diri untuk untuk menjalankan bhavana.
Selain itu, dengan adanya semangat akan semakin memberikan kegigihan dalam
pelaksanaan Bhavana. Sehingga dengan adanya semangat, seseorang tidak mudah
menyerah saat terjadi kesemutan. Bahkan dapat menjadikan kesemutan sebagai
teman setia yang mengiringi proses meditasi.
Dari hasil
wawancara tersebut, dapat ditarik pemahaman bahwa istilah bhavana lebih
mengarah pada obyek meditasi cinta kasih dan obyek pernafasan. Istilah cinta
kasik (metta) dalam ajaran Buddha memiliki sifat yang universal. Metta (bhs.
Pali) memiliki banyak arti, di antaranya kasih, sikap bersahabat, itikad baik,
kemurahan hati, persaudaraan, toleransi, dan sikap tanpa-kekerasan. Para komentator kitab suci Pali menjelaskan
istilah metta sebagai dambaan bagi setiap makhluk untuk memperoleh kesejahteraan
dan kebahagiaan (parahita-parasukhakamana). Intinya, metta adalah tindakan
kasih yang dibedakan dari keramah-tamahan sebagai kedok kepentingan pribadi.
Sehingga Metta dalam pengertiannya memiliki arti kasih yang universal, tidak terbatas, dan
bebas dari sikap mementingkan diri sendiri.
Dengan menjalankan Metta menjadikan seseorng sumber rasa
aman dan tentram bagi makhluk lain. Seperti seorang ibu yang mempertaruhkan
hidup untuk melindungi anaknya, begitu pula metta menjelma dalam tindakan
memberi, yang tidak mengharapkan balasan. Kualitas-kualitas cinta kasih dalam
diri seseorang dapat diperkuat dengan meditasi metta bhavana (meditasi dengan
objek kasih universal). Dalam pelaksanaan Metta Bhavana, pikiran diarahkan
untuk mengembangkan sifat-sifat dari cinta kasih yang bersifat universal.
Dengan mengembangkan Metta Bhavana hasilnya
adalah suatu kekuatan batin yang menakjubkan, yang akan menjaga, melindungi,
dan bermanfaat bagi diri sendiri dan bagi makhluk lain.
Istilah Bhavana yang kedua mengarak pada pengertian dari
anapanasati. Dalam Bavana menggunakan obyek pernafasan, pikiran diarahkan untuk
mengamati setiap keluar masuknya nafas. Ketika sedang menghirup nafas pikiran diarahkan untuk mengamati nafas yang
masuk dari hidung. Begitu pula ketika sedang mengeluarkan nafas, pikiran juga
diarahkan untuk mengamati nafas yang sedang keluar dari hidung.
Dari hasil wawancara yang penulis laksanakan terhadap
beberapa orang yang memiliki usia diantara 60 tahun sampai 80 tahun, mereka memiliki
pemaknaan Bhavana yang lebih cenderung pada pengalaman pribadi selama menjadi
umat Buddha. Pengalaman awal dalam pelaksanaan Bhavana yang diperoleh dari
aliran Mahayana. Aliran Mahayana merupakan cikal bakal masuknya ajaran Buddha
di dusun joyo. Aliran Mahayana yang membawa praktik Metta Bhavana sangat
mengakar kuat pada pribadi sesepuh umat Buddha di dusun joyo. Hingga kini,
Metta Bhavana masih dominan dipraktikan oleh setiap pribadi masyarakat. Selain
itu, pengaruh seringnya perubahan aliran ajaran Buddha memberikan pengalaman
tersendiri bagi para sesepuh dalam mempelajari praktik bhavana. Dengan adanya
perubahan aliran ajaran Buddha mereka merasakan adanya pengalaman baru dalam
melaksanakan praktik Bhavana. Sehingga dari pengalaman Bhavana yang pernah mereka
jalani, mereka dapat menentukan pilihan Bhavana yang paling cocok dalam
kehidupan serta kesehariannya saat ini.
Bagi seseorang yang berusia dianatra 40 tahun sampai 50
tahun, mereka lebih cenderung pada pelaksanaan bhavana yang mulai berkembang
saat ini. Pengalaman seringnya perubahan aliran agama Buddha yang terjadi di
Dusun Joyo, awalnya memunculkan persepsi untuk mewajibkan mengikuti cara
Bhavana yang dibawa oleh masing-masing sekte. Dalam perkembanganya, dengan
semakin banyaknya sumber informasi yang mereka peroleh, mengubah cara pandangan
mereka dalam melaksanakan Bhavana. Dalam pelaksanaanya bhavana mereka sekarang
lebih cenderung untuk menggunakan metta bhavana yang diajarkan sejak dahulu.
Akan tetapi dalam pelaksanaan Bhavana tidak hanya monoton metta bhavana semata.
Dalam kesempatan hari berikutnya mereka juga menggunakan obyek pernafasan yang
diajarkan oleh aliran Theravada. Pengaruh obyek pernafasan dari aliran
Theravada memberikan sumbangsih pada proses pelaksanaan Bhavana. Ajaran
Theravada dalam menerapkan Bhavana dengan obyek mengamati proses keluar
masuknya nafas tidak sebegitu sulit dibandingkan dengan obyek sembilan nafas
yang diajarkan Buddhayana terdahulunya. Dengan praktik yang simpel membuat
sebagian orang mulai tertarik pada obyek pernafasan yang diajarkan oleh aliran
Theravada.
Pemahaman seseorang yang berusia 19 tahun sampai 30 tahun,
dalam memaknai istilah Bhavana lebih cenderung pada ilmu pengetahuan yang
diperoleh melalui penddikan agama di bangku sekolahan. Dalam memaknai istilah
cenderung tekstual seperti yang pernah mereka pelajari. Dalam sisi lain,
pengetahuan yang diperlukan melalui pendidikan sangat diperlukan sebagai
landasan dasar dalam pelaksanaan bhavana. Akan tetapi dari segi pengalaman
untuk melaksanakan praktik Bhavana secara langsung dirasa masih kurang.
Rfrensi:
ü Diputhera,
Oka. 2004. Meditasi II. Jakarta :
Vajra Dharma Nusantara.
ü Asadhananda.___.
Metta: Karaniya (Edisi
Electronic-Book)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar