Rabu, 20 Februari 2013

BRAHMAJALA SUTTA (Khotbah Mengenai Jaring Kebijaksanaan Sempurna)


BRAHMAJALA SUTTA
(Khotbah Mengenai  Jaring Kebijaksanaan Sempurna)



SEJARAH
Brahmajala sutta timbul ketika terjadi perdebataanan antara seorang petapa kelana yang menfitnah sang buddha,dhamma,sangha dan siswanya brahmadatta yang memuji sang buddha dhama sangha. Setelah berkenaan fitnah tersebut  tersebut, Sang Buddha menasehati muridnya agar tidak merasa m makharah dan jengkel, karena hal tersebut hanya akan merugikan spiritualitas mereka.
Sang Buddha kemudian mengatakan bahwa bila mana manusia biasa (puthujjana) memuji sang buddha, dia tidak mampu secara pantas memuji sifat-sifat luhur sang buddha yang tiada bandingnya. Manusia biasa hanya bisa menyentuh “masaalah-masalahl yang sepele sekedar moralitas”.
Hal-hal yang menyebebkan orang -orang memuji Tathagatta:
Cula sila
·         Tidak membunuh makhluk hidup
·         Tidak mengambil apa yang tidak diberikan
·         Tidak melakukan hubungan kelamin
·         Tidak berdusta
·         Tidak memfitnah
·         Tidak mengucapkan kata-kata kasar
·         Tidak menghabiskan waktu untuk bercerita yang tidak berguna
·         Tidak menggunakan alat-alat untuk merias, bunga-bungaan, wangi-wangian, dan perhiasan

Majjihma sila
·         Tidak merusak biji-bijian maupun tumbuh-tumbuhan
·         Tidak menimbun makanan, minuman, jubah, dll.
·         Tidak melihat pertunjukan
·         Tidak menikuti permainan-permainan dan rekreasi
·         Tidak menggunakan tempat tidur  yang besar dan mewah
·         Tidak menggunakan perhiasan dan mempercantik diri
·         Tidak membicarakan hal-hal yang rendah
·         Tidak melakukan bantahan-bantahan
·         Tidak berlaku sebagai pembawa berita, pesuruh, sebagai perantara
·         Tidak menipu
Maha sila
Tidak mencari penghasilan dengan mata pencaharian yang salah seperti:
·         Meramal nasib
·         Membicarakan tanda-tanda akan alamat baik atau buruk dengan benda-benda
·         Meramalkan akibat dari keberangkatan, tibanya pemimpin
·         Tidak meramalkan akan adanya keberadaan tatasurya seperti gerhana bintang, bulan, matahari yang menyimpang pada orbit
·         Meramal akan adanya hujan lebat, kurang lebat dan kekeringan
·         Menentukan hari baik untuk perkawinan
·         Berjanji akan berdana apabila keingginannya terkabul

Berbagai pandangan salah mengenai masa lampau  terdapat  18 cara:
·         Empat pandangan kepercayaan atta dan loka adalah kekekalan (sassata ditthi)
·         Empat jenis kepercayaan dualisme pada kekekalan dan ketidak-kekelan (ekacca sassata ditthi)
·         Empat pandangan mengenai apakah dunia itu terbatas atau tak terbatas (antnanta ditthi)
·         Empat jenis pengelakan yang tidak jelas (amaravikkhepa vada)
·         Dua dokterin non sebab akibat (adhiccasamuppanna vada)

Berebagai pandangan salah mengenai masa depan terdapat 44 cara
·         Enambelas  jenis kepercayaan pada adanya sanna setelah kematian (uddhamaghatanika sanni vada)
·         Delapan jenis kepercayaan pada tidak adanya sanna setelah kematian (uddahamaghatanika asanni vada)
·         Delapan jenis kepeercayaan pada adanya bukan sanna pun bukan non sanna setelah kematian (uddhamaghatanika nevasanni nasanni vada)
·         Tuju jenis kepercayaan pada anihilasi uccheda vada)
·         Lima jenis nibbana duniawi sebagai yang bisa diwujudkan dalam kehidupan ini juga (ditthadhamma nibbana vada)

1.      Empat pandangan atta dan loka adalah tidak kekal
a)      Sebagian petapa dan brahmana yang mampu menginggat kehidupan lampaunya pada 1,2,3,4,5,10,20,30,40,50,100,1000,beberapa ribu atau puluhan ribu kehidupan yang lampau berpendapat bahwa “ atta adalah kekal dan loka tidak membentuk atta yang baru, itu tetap bagakan puncak gunung karang, atau bagaikan tiang yang kokoh kuat, dan walaupun makhluk-makhluk berpindah, mati, dan terlahir kembali dari satu kehidupan kekehidupan yang lain, namun demikian mereka itu tetep kekal selamanya”.
b)      Sebagian petapa dan brahmana yang mampu menginggat kehidupan yang lampau pada 1,2,3,4,5,10 kali masa bumi berevolusi berpendapat bahwa “ atta adalah kekal dan loka tidak membentuk atta yang baru, itu tetap bagakan puncak gunung karang, atau bagaikan tiang yang kokoh kuat, dan walaupun makhluk-makhluk berpindah, mati, dan terlahir kembali dari satu kehidupan kekehidupan yang lain, namun demikian mereka itu tetep kekal selamanya”.
c)      Sebagian petapa dan brahmana yang mampu menginggat kehidupan lampau pada 10,20,30,40 kali masa bumi berevolusi berpendapat bahwa “ atta adalah kekal dan loka tidak membentuk atta yang baru, itu tetap bagaikan puncak gunung karang, atau bagaikan tiang yang kokoh kuat, dan walaupun makhluk-makhluk berpindah, mati, dan terlahir kembali dari satu kehidupan kekehidupan yang lain, namun demikian mereka itu tetep kekal selamanya”.
d)      Beberapa petapa dan brahmana yang berlandaskan pada pandangannya pada pikiran dan logika saja pada kesangupannya saja berpendapat bahwa “ atta adalah kekal dan loka tidak membentuk atta yang baru, itu tetap bagaikan puncak gunung karang, atau bagaikan tiang yang kokoh kuat, dan walaupun makhluk-makhluk berpindah, mati, dan terlahir kembali dari satu kehidupan kekehidupan yang lain, namun demikian mereka itu tetep kekal selamanya”.

2.      Empat jenis kepercayaan dualisme pada kekekalan dan ketidak-kekalan (ekacca sassata ditthi)
a)      Pada suatu waktu ketika berakhirnya suatu masa yang lama sekali bumi mulai berevolusi, ketika hal itu terjadi alam brahmana terlihat sepi dan kosong. Ada makhluk dari alam dewa abhassara yang masa hidupnya atau pahala kamma baiknya habis. Ia meninggal dari alam dewa abhassara dan terlahir di alam brahma. Dia hidup ditunjang dengan kekuatan pikiran yang diliputi keingginan, berkeingginan agar ada makhluk lain yang datang dan hidup bersamanya, pada saat itu ada makhluk yang masa hidup dan pahala baiknya habis dan terlahir di alam brahmana. Makhluk dari alam brahmana yang pertama berpendapat ” saya brahmana, maha brahmana,  maha agung, maha tau, penuasa, tuan dari semua, pencipta, penentu tempat bagi semua makhluk, semua makhluk adalah ciptaanku”. Setelah ada beberapa makhluk yang meninggal, dari alam brahmana dan terlahir di alam manusia, hidup menjadi petapa hingga mampu menginggat kehidupannya yang lampau dia berkata “dialah  brahmana, maha brahmana,  maha agung, maha tau, penuasa, tuan dari semua, pencipta, penentu tempat bagi semua makhluk, semua makhluk adalah ciptaannya”. Dia tetap kekal dan keadaannya tidak berubah, ia akan tetap kekal selamanya, tetapi kami yang diciptakannya dan datang kesini adalah tidak kekal, berubah dan memiliki usia yang terbatas.
b)      Dewa-dewa yang tidak ternoda oleh kesenanggan adalah tetap kekal abadi selamanya. Tetepi kita yang terjatuh dari alam tersebut, tidak dapat menggendalikan diri karena terikat pada kesenangan , kita terlahir disini adalah tidak kekal. Berubah dan usia kita pun terbatas.
c)      Para dewa yang pikirannya mereka tidak ternoda dan tidak diliputi perasaan iri hati pada yang lain, maka mereka tidak emburu pada dewa yang lain, dengan demikian mereka tidak meninggal atau jatuh dari alam tersebut, mereka tetap kekal abadi, tidak berubah sampai selama-lamanya. Tetapi yang memiliki pikiran yang ternoda selalu diliputi perasaan iri dan cemburu kepada orang lain, maka tubuh ini menjadi lemah, mati dan terlahir kembali sebagai makhluk  yang tidak kekal, berubah, dan memiliki usia yang terbatas.
d)      Yang disebut mata, telinga, hidung, lidah, dan jasmani adalah atta yang bersifat tidak kekal, tidak tetap, tidak abadi, selalu berubah. Tetapi apa yang dinamakan batin, pikiran, atau kesadaran  adalah atta yang bersifat kekel, tetap, abadi dan tidak akan berubah

3.      Empat pandangan mengenai apakah dunia ini terbatas  atau tidak terbatas (antnanta ditthi )
a)      Para  petapa dan brahmana yang membayangkan dunia ini terbatas, berkata: “Dunia ini terbatas, jalan yang dibuat  menggelilingi dan kami berada dalam dunia yang nampak terbatas”.
b)      Para petapa dan brahmana yang mambayangkan dunia ini tidak terbatas, berkata “para petapa yang yang menyatakan dunia ini terbatas sehingga jalan dapat mengelilinginya adalah salah”.
c)      Ada petapa dan brahmana yang membayangkan dunia ini ada yang terbatas dan ada yang tidak terbatas maka mereka berpendapat  dunia ini ada yang terbatas dan ada yang tidak terbatas.
d)      Para petapa dan brahmana menyatakan pendapat mereka yang didasarkan pada argumentasi mereka dan hanya dilandaskan pada kesanggupannya saja  membayangkan dan berpendapat dunia ini adalah bukan terbatas ataupun bukan tidak terbatas.

4.      Empat jenis pengelakan yang tidak jelas (amaaravikkhapika)
a)      Ada petapa dan brahmana karena rasa takut dan tidak senang pada kesalahan yang disebabkan menyatakan pendapat, maka ia akan menyatakan sebuah pertanyaan yang ditanyakan padanya, maka ia akan menjawab berbelit-belit dan membinggungkan.
b)      Ada petapa dan brahmana karena rasa takut dan tidak senang pada kesalahan yang disebabkan menyatakan pendapat yang terikat pada keadaan batin  , maka ia akan menyatakan sebuah pertanyaan yang ditanyakan padanya, maka ia akan menjawab berbelit-belit dan membinggungkan.
c)      Ada petapa dan brahmana yang pandai, cerdi, berpengalaman dalam berdebat, pandai mencari kesalahan, pandai menggelak, yang menurut pendapatnya dapat menolak spekulasi orang lain dengan kebijaksanaan mereka, maka ia akan menyatakan sebuah pertanyaan yang ditanyakan padanya, maka ia akan menjawab berbelit-belit dan membinggungkan.
d)      Ada petapa dan brahmana yang bodoh dan dungu. Dan karena kebodohan atau kedunguannya , maka ia akan menyatakan sebuah pertanyaan yang ditanyakan padanya, maka ia akan menjawab berbelit-belit dan membinggungkan.
5.      Dua dokterin non sebab-akibat (adhiccasamuppanna vada)
a)      Ada petapa dan brahmana menyatakan segala sesuatu terjadi secara kebetulan dan berpendapat bahwa “ atta dan loka terjadai tanpa adanya sebab karena, dulu ada sekarang ada”.
b)      Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan yang didasarkan pada pikiran dan logika menyatakan pendapat dan  argumentasinya dan didasari pada kesanggupannya berpendapat, “ atta dan loka terjadi  tanpa adanya sebab.
6.      Enambelas jenis kepercayaan pada adanya pencerapan (sanna)  setelah kematian (uddhamaghatanika sanni vada)
a)      Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan mempunyai bentuk (rupa)
b)       Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan tidak berbentuk (arupa)
c)      Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan berbentuk dan tidak berbentuk (rupa-arupa)
d)      Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan bukan berbentuk atau pun bukan tidak berbentuk (n”evarupinarupi)
e)      Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan terbatas (antava atta hoti)
f)       Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan tidak terbatas ( anantava)
g)      Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan terbatas dan tidak terbatas (antava caanantavaca)
h)      Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan bukan terbatas atau pun bukan tidak terbatas (n”evantava nanantava)
i)        Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan memiliki semacam bentuk kesadaran (ekattasanni atta hoti)
j)        Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan memiliki macam-macam bentuk kesadaran ( anatta sanni)
k)       Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan memiliki kesadaran terbatas ( paritta sanni)
l)        Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan memiliki kesadaran tidak terbatas (appamana sanni)
m)    Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan selalu bahagia (ekanta sukkhi)
n)      Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan selalu menderita ( ekanta dukkhi)
o)      Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan bahagia dan menderita (sukha dukkhi)
p)      Setelah mati, atta tetap ada, tidak berubah dan sadar, dan bukan bahagia ataupun bukan menderita (adukkham asukkhi)

7.      Delapan jenis kepercayaan pada tidak adanya sanna setelah kematian (uddahamaghatanika asanni vada)
a)      Setelah mati, atta tidak berubah dan tidak memiliki kesadaran, dan berbentuk (rupi)
b)      Setelah mati, atta tidak berubah dan tidak memiliki kesadaran, dan tidak berbentuk (arupi)
c)      Setelah mati, atta tidak berubah dan tidak memiliki kesadaran, dan berbentuk dan tidak berbentuk (rupi ca arupi ca)
d)      Setelah mati, atta tidak berubah dan tidak memiliki kesadaran, dan bukan berbentuk ataupun bukan tidak berbentuk (n’eva rupiu narupi)
e)      Setelah mati, atta tidak berubah dan tidak memiliki kesadaran, dan terbatas (antava)
f)       Setelah mati, atta tidak berubah dan tidak memiliki kesadaran, dan tidak terbatas (anantava)
g)      Setelah mati, atta tidak berubah dan tidak memiliki kesadaran, dan terbatas dan tidak terbatas ( antava ca anantava ca)
h)      Setelah mati, atta tidak berubah dan tidak memiliki kesadaran, dan bukan terbatas dan bukan tidak terbatas (n’avantava nanantava)

8.      Delapan jenis kepercayaan pada adanya bukan sanna atau pun bukan non sannasetelah kematian ( uddhamaghatanika nevasanni nasanni vada)
a)      Setelah mati, atta tidak berubah  dan bukan memiliki kesadaran atau pun bukan tanpa memiliki  kesadaran, dan  berbentuk (rupi)
b)      Setelah mati, atta tidak berubah  dan bukan memiliki kesadaran atau pun bukan tanpa memiliki  kesadaran, dan  dan tidak berbentuk (arupi)
c)      Setelah mati, atta tidak berubah  dan bukan memiliki kesadaran atau pun bukan tanpa memiliki  kesadaran, dan  berbentuk dan tidak berbentuk (rupi ca arupi ca)
d)      Setelah mati, atta tidak berubah  dan bukan memiliki kesadaran atau pun bukan tanpa memiliki  kesadaran, dan  bukan berbentuk ataupun bukan tidak berbentuk (n’eva rupiu narupi)
e)      Setelah mati, atta tidak berubah  dan bukan memiliki kesadaran atau pun bukan tanpa memiliki  kesadaran, dan terbatas (antava)
f)       Setelah mati, atta tidak berubah  dan bukan memiliki kesadaran atau pun bukan tanpa memiliki  kesadaran, dan tidad terbatas (anantava)
g)      Setelah mati, atta tidak berubah  dan bukan memiliki kesadaran atau pun bukan tanpa memiliki  kesadaran, dan  terbatas dan tidak terbatas (antava ca anantava ca)
h)      Setelah mati, atta tidak berubah  dan bukan memiliki kesadaran atau pun bukan tanpa memiliki  kesadaran, dan  bukan terbatas atau pun bukan tidak terbatas (n’anvantava nanantava)
9.      Tuju jenis kepercayaan pada anihilasi (ucceheda vada)
a)      Ada beberapa petapa dan brahmanna berpendapat dan berpandangan, “atta mempunyai bentuk  (rupa) yang terdiri  dari 4 zat (catummahabhutarupa) dan mrupakan keturunan dari ayah dan ibu, bila meninggal dunia, tubuh menjadi hancur dan lenyap  dan tidak ada lagi kehidupan kembali”.
b)      Ada beberapa petapa dan brahmana berpendapat dan berpandangan, “atta tidak musnah sekaligus karena ada atta lain lagi yang luhur berbentuk, termasuk alat kesenangan inderia (kamavacaro), hidup dengan makanan material (kavalinkaraharabhakkho), yang kamu tidak tahu atau tidak lihat tetapi saya telah mengetahui atau telah melihatnya. Dengan demikian  setelah meninggal dunia makhluk  itu binasa, lenyap dan musnah”.
c)      Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan dan berpendapat,” atta itu tidak musnah sekaligus karena ada atta lain lagi yang luhur, berbentuk, di bentuk oleh pikiran (manomaya), semua bagian sempurna, indranya pun lengkap, setelah meninggal atta musnah dan lenyap. Dengan demikian setelah meninggal makhluk itu binasa, lenyap musnah”.
d)      Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan dan berpendapat,” atta tidak musnah sekaligus, karena ada atta lain yang melampaui adanya bentuk (rupasanna) yang  telah melenyapkan rasa tidak senang (pathigasanna), tidak memperhatikan penyerapan-penyerapan lain (nannattasanna), menyadari ruang tanpa batas (akasanancayatana), setelah meninggal atta musnah dan lenyap. Dengan demikian setelah meninggal makhluk itu binasa, lenyap musnah”.
e)      Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan dan berpendapat, “atta tidak musnah sekaligus, karena ada atta yang lain lagi yang melampaui alam (akasanancayatana), menyadari kesadaran kesadaran tanpa batas, mencapai alam kesadaran tanpa batas (vinnanancayatana), setelah meninggal atta musnah dan lenyap. Dengan demikian setelah meninggal makhluk itu binasa, lenyap musnah”.
f)       Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan dan berpendapat,” atta tdak musnah sekaligus, karena ada atta lain yang melampaui alam (vinnanancayatana), menyadari kekosongan, mencapai alam kekosongan ( akincannayatana), setelah meninggal atta musnah dan lenyap. Dengan demikian setelah meninggal makhluk itu binasa, lenyap musnah”.
g)      Ada beberapa  petapa dan brahmana berpandangan dan berpendapat, “atta tidak musnah sekaligus karena ada atta lain yang melampaui alam akincannayatana, mencapai alam bukan pencerapan atau pun bukan tidak pencerapan (n’evasanna nasannayatana), setelah meninggal atta musnah dan lenyap. Dengan demikian setelah meninggal makhluk itu binasa, lenyap musnah”.
10.  Lima jenis nibbana duniawi sebagai yang dapat diwujudkan dalam kehidupan sekarang (ditthadhamma nibbana vada)
a)      Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan, “bila atta diliputi oleh kenikmatan, kepuasan lima inderia, maka atta telah mencapai nibbana dalam kehidupaan sekarang ini. Dengan pendapat yang mereka nyatakan mengenai makhluk hidup yang dapat mencapai kebahagiaan mutlak-nibbana dalam kehidupan sekarang ini”.
b)      Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan, “ bila mana atta terbebas dari kesenangan inderia maupun hal-hal buruk (akhusala dhamma) mencapai dan tetap dalam jhana pertama, keadaan yang menggiurkan, disertai perhatian dan penyidikan (savittaka savicara), maka  dengan ini atta mencapai kebahagiaan mutlak nibbana dalam kehidupan sekarang ini. Dendan demikian mereka berpendapat bahwa kebahagiaan mutlak-nibbana dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini”.
c)      Ada beberapa petapa dan brahmana berpendapat, “ bilamana atta terbebas dari perhatian dan penyelidikan, mencapai dan berada dalam jhana II, keadaan  pikiran terpusat dan seimbang , penuh kegiuran dan bahagia (cetaso ekadi-bhava, vupasamo, piti, sukha) maka  dengan ini atta mencapai kebahagiaan mutlak nibbana dalam kehidupan sekarang ini. Dendan demikian mereka berpendapat bahwa kebahagiaan mutlak-nibbana dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini”.
d)      Ada beberapa petapa dan brahmana berpendapat, “ bila mana atta terbebas dari keingginan dan kegiuran, pikiran terpusat, seimbang, penuh perhatian, berpenggertian jelas (sato ca sampajano), dan tubuh mengalami kebahagiaan yang dikatakan oleh para ariya sebagai keseimbangan yang disertai perhatian dan penggertaian jelas , mencapai dan berada di jhana III, maka  dengan ini atta mencapai kebahagiaan mutlak nibbana dalam kehidupan sekarang ini. Dendan demikian mereka berpendapat bahwa kebahagiaan mutlak-nibbana dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini”.
e)      Ada beberapa petapa dan brahmana berpandangan , “ bilamana atta terbebas dari rasa bahagia dan derita (sukkhassa ca pahana dukkhassa ca pahana) setelah lebih dahulu melenyapkan kesenangan dan kesedihan (somanassa domanassa) mencapai dan berada dalam jhana IV, disertai pikiran yang seimbang dan terpusat, tanpa adanya kebahagiaan dan penderitaan (adukkha asukkham), maka  dengan ini atta mencapai kebahagiaan mutlak nibbana dalam kehidupan sekarang ini. Dendan demikian mereka berpendapat bahwa kebahagiaan mutlak-nibbana dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini”.
Pandangan salah tersebut  bermula sebagai akibat  dari perasaan yang muncul sebagai akibat dari kontak yang berulang-ulang melalui 6 landasan indera, menimbulkan
·         Pandangan dalam dirinya menimbulkan napsu keingginaan
·         Nabsu keingginaan menimbulkan kemelekataan
·         Kemelekaatan menimbulkan kehidupaan
·         Proses sebab-akibat kamma dalam kehidupan menimbulkan tuminbal lahir
·         Dan tumimbal lahir menimbulkan usia tua, kematian, ratap tangis, kesedihan, pehentnderitaan, rasa tertekan  dan keputus asaan

Tetapi siapa pun yang mengetahui sebagaimana adanya asal mula 6 landasan kontak indra, penghentiannya, kenikmatannya, bahayanya dan cara agar terlepas darinya, berarti dia mewujudkan dhamma bukan sekedar moralitas (sila), melainkan juga kosentrasi (samadhi) dan pembebasan (vimutti), kebijaksanaan ( panna) yang menimbulkan pandangan salah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar