Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Semester V
Mata Kuliah Filsafat
Buddha I
Dosen
Pembimbing : Widiyono, M. A
Disusun
oleh:
Andi
Setiyono
( 11.1.199
)
SEKOLAH
TINGGI AGAMA BUDDHA (STAB) SYAILENDRA
SEMARANG
2012
Dalam kondisi dan situsi saat ini, suatu ajaran agama
dituntut mampu fleksibel terhadap kondisi sosio kultural yang merekat erat
dalam masyarakat. Sosio kultural memiliki hubungan erat dengan kebudayaan didalam masyarakat. kemampuan beradaptasi
suatu ajaran dengan lingkungan yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda tanpa merusak kebudayaan asli yang ada,
tentunya akan dapat mengambil peran penting dalam kemajuan spiritual
masyarakat. Sebaliknya, apabila suatu ajaran tidak mampu menyesuaikan diri
dengan kebudayaan yang ada didalam masyarakat, tentunya ajaran tersebut akan selalu
bertentangan dengan kebudayaan yang ada didalam
masyarakat. Dampak buruk lebih lanjut, ajaran tersebut tidak mampu berperan
aktif dalam kemajuan spiritual masyarakat yang bahkan menjadi pemicu kerusuhan
disuatu tempat.
Ajaran buddha memiliki ajaran yang
mampu fleksibel dengan kondisi masyarakat setempat. Ajaran buddha yang
berkembangan hingga sekarang, merupakan salah satu bukti bahwa ajaran buddha mampu fleksibel
dengan beraneka ragam kebudayaan yang ada dalam masyarakat. Dengan kondisi
tersebut, menjadikan ajaran buddha memiliki pengaruh besar terhadap
perkembangan sepiritual di dunia. Dari potensi besar yang ada dalam ajaran
buddha tersebut, kita perlu lebih mendalami kondisi buddhis awal hingga dapat
kita rasakan, bahwa sampai saat ini ajaran buddha mampu bertahan tak tergerus
oleh perkembangan. Pada kesempatan ini, saya akan mengguraiakan tentang
Pentingnya memahami latar belakang sebelum munculnya buddhisme untuk lebih
memahami ajaran-ajaran buddhisme awal.
Sebelum masuknya bangsa Ariya ke hindia, bangsa india asli
yang dikenal dengan bangsa Dravida sudah sudah memiliki peradaban yang maju.
Dalam situs sejarah peradapan awal di india berada di lembah sungai hindus yang
lebih dikenal dengan kebudayaa mahenjodaro dan harapa. Situs ini ditemukan di
punjab, pakistan timur kira-kira 35 km sebelah barat. Dalam Peradaban Lembah Indus, terdiri dari permukiman perkotaan
kuna termasuk kota metropolitan; Mahenjo Daro dan Harappa dengan berbagai macam
karakteristik rumah, tempat pemandian yang dihubungkan dengan sistem drainase
umum yang baik pada masa itu. Struktur kota berbentuk grid diikuti jalur
drainase di sepanjang jalan umum dikelilingi oleh benteng. Tipe bangunan
penting lainnya adalah lumbung, tempat berdagang, pemandian umum yang diyakini
sebagai tempat pemujaan untuk kesuburan. Keseragaman tatanan kota dan ukurannya
yang terbuat dari batu bata bakar menunjukkan koordinasi yang baik antara
sosial dan politik pada saat itu.
Suku bangsa Dravida memiliki kondisi fisik yang berkulit
hitam, berhidung pesek dan berambut
kriting. Dalam suku Dravida memunculkan tradisi sramanisme yaitu kebudayaan
meninggalkan kehidupan berumah tangga, menjalankan kehidupan sebagai petapa. Selain itu, bangsa Dravida juga telah mengenal sistem
pertanian dan sistem perdagangan dalam kehidupan bermasyarakatnya. Kebudayaan
yang maju tersebut semakin lama mulai tergeser dengan datangnya kebudayaan
baru.
Awal Kedatangan bangsa Ariya ke india
memunculkan alkulturasi kebudayaan. Suku bangsa Ariya belum dapat diketahui
secara pasti berasal dari bangsa mana, tetapi diperkirakan bangsa aryia berasal
dari daratan eropa sekitar polandia sampai rusia bagian barat. Hal tersebut
didasarkan pada proses kedatangan bangsa Ariya ke india yang melalui celah
kaliban di pegunugan himalaya. Selain itu dugaan lain didasarkan pada pola
bahasa serta kondisi tubuh yang memiliki banyak kesamaan dengan suku bangsa
sekitar polandia sampai rusia bagian barat. Kondisi tubuh bangsa Ariya memiliki
tubuh yang tinggi, berkulit kuning putih dan berhidung mancung. Kedatangan
bangsa Ariya keindia awalnya untuk mengembala, karena pada dasarnya kehidupan
suku bangsa Ariya bermatapencaharian sebagai peternak yang selalu mengembara. Ketertarikan
bangsa Ariya terhadap hindia membuat mereka mulai berdomisili dan tinggal tetap
di hindia. Dengan kondisi tersebut, bangsa Ariya melakukan proses evolusi
secara bertahap mulai dari keagamaan maupun sosial. Proses evolusi kebudayaan yang
terjadi antara kebudayaan drafida dengan kebudayaan Ariya berlangsung sangat
lama hingga alkulturasi kebudayan tersebut memunculkan kebudayaan baru yang
dikenal dengan tradi kasta.
Tradisi kasta dikembangkan bangsa Ariya dari
adanya alkulturasi kebudayaan. tradisi kasta secara umum menggolongkan suku
bangsa di india menjadi empat golongan. Penggolongan sistem kasta terdiri dari
kasta kasta brahmanisme, ksatriya,
waisya serta sudra. Tradisi kasta dimunculkan dengan konsep upacara upacara
pengorbanan yang dilakukan yang pertama kali oleh dewa (puruksa sukta). Dalam
upacara korban yang pertama kali dilakukan oleh dewa, brahmana berasal dari
mulut, ksatria dari bahu, vaisya berasal
dari paha, serta sudra berasal dari kaki. Dalam pengorbanan yang memunculkan
sistem kasta, setiap bagian dari sistem kasta mempunyai tugas kewajiban masing-masing sesuai dengan tingkatannya
(swadharma). Sistem kasta yang berkembang, kasta brahmanisme mempunyai peran
penting dalam segi religiusitas. Kasta ksatria mempunyai kewajiban untuk
mengurusi bidang politik, kasta waisya memiliki kewajiban untuk mengurusi nidang perekonomian, serta kasta sudra
memilliki kewajiban untuk mengurusi bidang sosial yang dalam perkembangannya lebih
berperan sebagai budak. Didalam sistem kasta, kasta yang lebih tinggi bila
berkehendak mereka diperkenankan mengurusi urusan-urusan yang dikerjakan oleh
tingkatan kasta yang dibawahnya, tetapi kasta yang lebih rendah tidak boleh
mengurusi urusan kasta yang lebih tinggi. sistem kasta yang dikembangkan bangsa
Ariya menimbulkan bangsa Ariya semakin mendominasi suatu wilayah di india. Kondisi
tersebut menimbulkan bangsa Dravida
semakin tertekan. Sehingga sebagian besar suku Dravida yang terpojok bergeser
ke wilayah hindia bagian selatan. Walaupun kebudayaan yang lama mulai bergeser
dan menghilang, tetapi suku Dravida tetap mempertahankan kebudayaan sramanisme
sebagai kepercayan yang dipegang teguh oleh bangsa Dravida.
Perkembangan sistem kepercayaan bangsa Ariya mulai
berkembang dengan adanya alkulturasi kebudayaan dengan bangsa Dravida. Bangsa Ariya
awalnya terteguh-teguh dengan adanyafenomena-fenomena alam yang terjadi.
Fenomena alam yang terjadi dianggap memiliki bentuk, perasaan, napsu serta
lainnya seperti halnya manusia. fenomena alam yang ada menimbulkan adannya
pandangan bahwa fenomena alam yang terjadi merupakan bagian dari karakteristik
dewa. Adanya pandangan akan kekuatan alam sebagai karakteristik dari dewa,
menimbulkan bangsa Ariya mulai mengaggungkan salah satu kekuatan alam yang
dianggap paling kuat dan berkuasa. Dalam tahap selanjutnya kekuatan tersebut
menjadi sumber dari segala sumber kekuatan yang bersifat langgeng, dan tidak
berubah.
Hubungan sosial dan kepercayaan yang ada dalam masyarakat bangsa Ariya
semakin komplek dengan adannya sistem upacara korban. Upacara korban dipandang
sebagai sarana yang tepat untuk menghubungkan antara dewa dan manusia. upacara
pengorbanan yang dilakukan bangsa Ariya kian lama berkembang semakin komplek,
tidak hanya hewan yang digunakan sebagai sarana dalam upacara pengorbanan,
bahkan disebagian bangsa Ariya menggunakan manusia sebagai sarana pengorbanan.
Upacara penggorbanan tersebut dipandang sebagai suatu sarana untuk memperoleh
kesehatan serta keselamatan dari para dewa. Dalam sistem upacara pengorbanan
yang semakin kopleks, peran brahmana menjadi semakin penting untuk mengutarakan
syair-syair dalam upacara pengorbanan. Syair-syair yang awalnya digunakan sebagai
pegantar untuk upacara pengorbanan, syair tersebut semakin berkembang dengan
adanya anggapan syair-syair yang digunakan mempunyai kekuatan-kekuatan magik
serta menjadi keharusan dalam upacara pengorbanan. Dengan berjalannya waktu,
kitab veda yang asal-usul sebenarnya berasal dari manusia mulai dilupakan
karena berurusan dengan keilahian. Dalam perkembangannya asal usul veda
dihubungkan dengan brahman, yang kemudian brahman menyampaikan kepada manusia
untuk disempaikan oleh manusia-manusia yang lain.
Kondisi peradaban suku Dravida yang tertekan
kebudayaan bangsa Ariya tidak menghilangkan keseluruhan kebudayaan yang ada.
Kekuasaan bangsa Ariya yang mendominasi hampir keseluruhan wilayah hindia
menyebabkan kebudayaan pertapaan atau sramanisme kurang dapat berkembang di
wilayah tersebut. Akan tetapi pada akhir periode akhir periode veda pertama,
tradisi sramanisme mulai berkembang kembali. Perkembangan sistem sramanisme
semakin berkembang dan memanjiri budaya brahmanisme. Pada periode upanisad,
kebudayaan sramanisme lebih ditekankan pada pengetahuan (jnana) tentang
menyatunya roh individu dan roh universal dari pada karma (yadna).
Dalam periode upanisad terjadi dua pandangan
akan roh yang berkembang. Perkembangan pandangan bangsa Ariya yang didasari
dengan tradisi brahmanisme berpandangan bahwa roh sama dengan badan jasmani.
Ketika tubuh jasmani ini meninnggal maka roh tidak akan terlahir kembali.
Sebaliknya kebudayaan bangsa Dravida yang berpedoman dengan tradisi sramanisme
memiliki kepercayaan bahwa tubuh ini atau badan jasmani tidak sama dengan roh,
maka dari latar belakang tersebut suku bangsa Dravida mengembangkan sistem
penyiksaan diri. Karena beranggapan bahwa roh ini suci sedangkan tubuh ini
kotor. Dengan melakukan penyiksaan diri dipercaya bertujuan untuk menyucikan
roh sehingga tidak akan terlahir kembali.
Dalam
periode yang lama, ajaran buddha berkembang dengan menyanggah dari dua
kepercayaan yang salah yang gunakan kedua suku bangsa tersebut. Buddha
mengarahkan untuk menempuh jalan tengah dalam menangani permasalahan tersebut.
Masuknya ajaran Buddha memberikan pandangan baru dalam tradisi di india. Dengan
pandangan bahwa pemuasan napsu dianggap sebagai perbuatan yang sengat rendah,
pemuasan napsu dipraktikan oleh umat awam, pemuasan napsu yang berlebihan
merupakan yang tidak mulia, serta
pemuasan napsu tidak membawa manfaat. Sedangkan dengan melakukan penyiksaan
diri menimbulkan penderitaan, melakukan penyiksaan diri menimbulkan merupakan
perbuatan yang tidak muli, serta melakukan penyiksaan diri merupakan perbuatan
yang tidak bermanfaat. Dengan adanya permasalahan tersebut ajaran buddha
memberi pandangan tentang empat kebenaran yang meliputi: Kebenaran Ariya tentang
Dukkha (Dukkha Ariya Sacca), Kebenaran Ariya tentang Asal Mula
Dukkha (Dukkha Samudaya Ariya Sacca), Kebenaran Ariya tentang Terhentinya
Dukkha (Dukkha Nirodha Ariya Sacca), Kebenaran Ariya tentang Jalan yang
Menuju Terhentinya Dukkha (Dukkha Nirodha Ariya Sacca).
Dengan mempelajari latar belakang serta kondisi awal sebelum
ajaran buddha, seseorang akan dapat mengetahui kondisi kemasyarakatan dan
kebudayaan yang ada di india sebelum munculnya buddha. Dengan demikian
seseorang akan dapat mengetahui proses perkembangan kepercayaan yang
menyebabkan buddha mengambil peran penting dalam proses perkembangan kebudayaan
yang ada dalam masyarakat Hindia diwaktu itu. Cara pengajaran yang diajarkan oleh
buddha pun lebih didasari oleh latar belakang kondisi yang ada dalam masyarakat
setempat yang didasari oleh kemampuan berfikir seseorang dalam suatu tempat.
Dengan mempelajari sejarah awal sebelum masuknya ajaran awal perkembangan
sistem kepercayaan awal, kita dapat lebih memahami proses alkulturasi
kebudayaan yang akhirnya berdampak pada munculnya sistem kasta yang diciptakan
oleh kaum brahmana yang awalnya berasal dari upacara penggorbanan, yang
kemudian berkembang menjadi suatu sistem yang menekan keberadaan suku Dravida
Refrinsi:
Jayatilleke, K.N. 1980. Early
Buddhist Theory of Knowledge. Delhi: Motilal Barnasidas Publisher Ltd.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar