Vinaya disebut juga sebagai silasikkha atau sikkhapada. Silasikkha atau
sikkhapada memiliki pengertian mengusir, melenyapkan, memusnahkan segala
perilaku yang menghalangi kemajuan dalam peningkatan rohani atau sesuatu yang
membimbing keluar dari samsara. Dari istilah tersebut. dengan menjalankan
vinaya akan dapat menjauhkan seseorang dari hal-hal yang dapat merugikan diri
sendiri maupun makhluk lain. Vinaya sebagai upaya untuk menekan kekotoran
batin, dapat dijalankan oleh siapaun sebagai jalan untuk membimbing seseorang
keluar dari samsara.
Vinaya sebagai jalan untuk membimbing seseorang terbebas dari samsara
terbagi menadi dua jenis, yang masing-masing dilaksanakan oleh umat buddha. Jenis
vinaya yang pertama merupakan Agariya Vinaya untuk gharavasa (seorang perumah
tangga). Vinaya yang dilaksanakan oleh garavasa merupakan tahap pertama untuk
memasuki kehidupan beragama yang yang lebih tinggi dan luhur. Jenis vinaya yang
kedua merupakan Agariya vinaya untuk pabbajita (petapa). Vinaya yang
dilaksanakan seorang petapa tahap lanjutan yang digunakan untuk melindungi
petapa tersebut dari hal-hal yang akan merugikan atau merintangi jalan yang
mereka tempuh menuju nibbana. Vinaya yang dilaksanakan oleh dua kelompok umat
buddha untuk seorang perumah tangga dan seorang petapa tentunya akan memiliki
hasil dan tujuan yang berbeda pula.
Vinaya yang dilaksanakan oleh para petapa untuk tujuan menuju nibbana
akan mendatangkan manfaat yang begitu besar. Vinaya tersebut memberi manfaat yang besar karena
dikarena didalam vinaya terdapat sila,
peraturan-peraturan (sikkhapada) dan disiplin (anadesana), tradisi kebhikkhuan
dan keviharaan. Untuk mendapatkan manfaat dari menjalankan vinaya, haruslah
dijalankan dengan sungguh-sunguh serta adanya landasan pengertian yang benar. Manfaat yang diperoleh dari melaksanakan
vinaya tersebut adalah untuk:
1. Kebaikan
sangha (tanpa vinaya, eksitensi sangha tidak akan bertahan lama).
2. Kesejahteraan
sangha (sehingga bhikkhu akan sedikit mendapatkan rintangan).
3. Mengendalikan
para bhikkhu yang tidak teguh (yang dapat menimbulkan persoalan dalam sangha).
4. Kesejahteraan
bhikkhu yang berkelakuan baik (karena dalam pengamalan siladengan baik
menyebabkan kebahagiaan hidup sekarang ini).
5. Melindungi
dari, atau melenyapkan kilesa (kekotoran batin).
6. Mencegah
timbulnya kilesa yang baru (kilesa tidak akan timbul pada orang yang memiliki
sila yang baik).
7. Memuaskan
mereka yang belum puas dengan dhamma (karena orang yang belum mengenal dhamma
akan puas dengan tingkah laku bhikkhu yang baik).
8. Menambah
keyakinan mereka yang telah mendengar dhamma (karena orang yang telah mendengar
dhammaakan bertambah kuat melihat bhikkhu yang baik).
9. Menegakkan
dhamma yang benar (dhamma akan bertahan lama bila vinaya dilaksanakan dengan
baik oleh bhikkhu)
10. Manfaat
vinaya itu sendiri (vinaya dapat memberikan manfaat kepada makhluk-makhluk,
terbebas dari samsara)
Didalam kitab Anguttara nikaya terdapat dua tujuan lain yang diperoleh
seorang bhikkhu dengan menjalankan vinaya yaitu: yang pertama bertujuan untuk
memperoleh sokongan gharavassa dan yang kedua bertujuan untuk memusnahkan
kelompok bhikkhu yang beritikat buruk. Butiran pertama merupakan hal yang
terpenting untuk sangha dan yang kedua memperlihatkan bagaimana vinaya telah
melindungi sangha.
Bagian kitab Vinaya Pitaka
Dari sejarah penyusunan kitap suci tipitaka, vinaya pitaka didalam versi
bahasa pali tersusun secara sistematik sebagai berikut:
A. Sutta
Vibhanga
Didalam Sutta Vibhanga terdiri dari:
1. Maha
Vibhanga disebut juga Bhikkhu Vibhanga, terdiri 227 peraturan latihan yang
menjadi sumber dari pada patimokkha-sila. Bhikkhu Vibhanga terdiri dari:
Ø
Parajika
Bagian ini terdiri dari empat
disiplin apabila dilanggar menyebabkan secara otomatis gugur kebhikkhuanya.
Parajika ini meliputi
Ø
Sanghadisesa
Bagian ini terdiri dari tiga belas
disiplin. Bila dilangar hanya dapat diselesaikan oleh sangga yang terdiri dari
sekurang-kurangnya ada 20 orang.
Ø
Aniyata
Bagian ini terdiri dari dua disiplin
yang berkenaan dengan pelanggaran yang tidak jelas.
Ø
Nissagiya Pacittiya
Bagian ini terdiri dari 30 disiplin
apabila dilanggar menyebabkan kejatuhan
dalam mental –spiritual.
Ø
Pacittiya
Bagian ini terdiri dari 92 disiplin
apabila dilanggar menyebabkan kemerosotan sila.
Ø
Patidesaniya
Bagian ini terdiri dari empat
disiplin apabila dilanggar memerlukan pengakuan bersalah.
Ø
Sakhiyadhamma
Bagian ini terdiri dari 75 disiplin
tatakrama
Ø
Adhikaranasamatha
Bagian ini terdiri dari tujuh
peraturan peraturan yang berkenaan dengan proses hukum untuk penyelesaian
permasalahan dalam sangha.
2. Cula
Vibhanga, disebut juga bhikkhuni Vibhanga yang terdiri dari 311
peraturaan-latihan yang juga merupakan sumber patimokha-sila untuk para bhikkhu
dengan susunan yang sama dengan pathimokha-sila untuk para bhikkhu. Bhikkhu
vibhanga terdiri dari:
Ø
Delapan Parajika
Ø
17 Sanghadisesa
Ø
30 Nissagiya
Ø
166 Pacittia
Ø
Delapan Patidesania
Ø
75 Sekhiyadhamma
Ø
7 Adhikaranasamatha
B. Kandhaka
Kandhaka terdiri dari:
1. Maha
vagga
Maha vaga mengandung catatan
rangkaian peristiwa mulai sesaat setelah mencapai penerangan sempurna sampai
terbentuknya sangha dan berbagai cara pentabihsan calon bhikkhu serta
peristiwa-peristiwa yang menyebabkan timbulnya suatu peristiwa-pelatihan.
Peraturan-pelatihan itu berada tidak termasuk pathimokha-sila. Maha vaga
terdiri dari:
Ø
Mahakhanda
Bagian ini mengenai peristiwa sesaat
setelah mencapai penerangan sempurna hingga terbentuknya sangha dan berbagai
metoda penerimaan menjadi bhikkhu.
Ø
Uposatha khandhaka
Bagian ini mengenai pengumuman
hari-hari uposatha dan berbagai jenis sima.
Ø
Vassupanayika khandhaka
Bagian ini mengenai memasuki vassa dan
cara pelaksanaannya; yang disampaikan oleh mahinda kepada raja devanampiyatissa
bagaimana perlunya mendirikan sebuah vihara di cetiyagiri.
Ø
Pavarana khandhaka
Bagian ini mengenai hari pavarana,
pada saat ini bhikkhu diminta untuk berbicara satu dengan yang lainnya tentang
setiap kesalahan atau perilaku yang tidak patut yang mereka lihat, dengan atau
curigai yang dilakukan selama vassa; dan bilamana pelaksanaan vassa itu gagal.
Ø
Chamma khandhaka
Bagian ini mengenai diperbolehkannya
bhikkhu memakai sendal oleh Sang Buddha.
Ø
Bhesajja khandha
Bagian ini mengenai
peraturan-peraturan untuk bhikkhu yang akan menjalani oprasi dan pemakaian
obat-obatan yang diijinkan oleh Sang Buddha
Ø
Kathina khandhaka
Bagian ini mengenai
peraturan-peraturan latihan yang berhubungan dengan kathina. Penentuan oleh
bhikkhu (yang bervassa di tempat itu) kepada siapa kain dan jubah akan
diserahkan atas persetujuan sangha.
Ø
Civara khandhaka
Bagian ini mengenai peraturan latihan
yang berhubungan dengan bahan jubah dan enam jenis jubah yang diperolehkan
untuk bhikkhu.
Ø
Champoyya
Bagian ini mengenai kegiatan-kegiatan
sangha yang patut dan tidak patut. Kasus bhikkhu-bhikkhu campa.
Ø
Kosambika khandaka
Bagian ini mengenai perselisihan di
kosamhi dan di hutan Parileyyaka sewaktu Sang Buddha menjalani vassa ke-10.
Kasus bhikkhu-bhikkhu di kosamhi
2. Culla
Vagga
Culla Vaga mengandung catatan sejarah
peraturan pengelolaan sangha sampai kepada sangayana ke II, seratus tahun
setelah Sang Buddha parinibhana. Didalam Culla Vibhanga terdapat beberapa acuan
pada sutta vibhanga. Hal ini mewujudkan otoritas Sutta Vibhanga dalam penyusunan Culla Vibhanga. Culla Vagga
terdiri dari:
Ø
Kamma khandhaka
Bagian ini mengenai tindakan-tindakan
formal yang harus diambil oleh Sangha dalam keadaan tertentu.
Ø
Parivasikha khandhaka
Bagian ini mengenai tingkah laku
bhikkhu yang dalam masa percobaan karena beberapa pelanggaran disiplin.
Ø
Samuccaya khandhaka
Bagian ini mengenai hukum dan
rehabilitas setelah menjalani hukuman.
Ø
Samatha khandhaka
Bagian ini mengenai hukuman dan
penyelesaiannya.
Ø
Kudhakavattu
Bagian ini mengenai
pelanggaran-pelanggaran ringan seperti memelihara jenggot dan kumis
Ø
Sanasana khandhaka
Bagian ini mengenai perilaku yang
baik para bhikkhu di dalam tempat tinggal (kuti).
Ø
Sanghabheda khandhaka
Bagian ini mengenai
peristiwa-peristiwa yang menjurus ke perpecahan sangha yang disebabkan oleh
devadatta.
Ø
Vatta khandhaka
Bagian ini mengenai kegiatan-kegiatan
rutin kevihara dan pelaksanaan-pelaksanaan sehari-hari, seperti pindatta, makan, dan berdiam dalam hutan.
Ø
Patimokhathapana khandha
Bagian ini mengenai saat pembacaan
patimokha.
Ø
Bhikkhuni khandhaka
Bagian ini mengenai pembentukan
sangha bhikkhuni dan delapan peraturan keras untuk bhikkhuni.
Ø
Pancasati khandhaka
Bagian ini mengenai sanghayana
pertama.
Ø
Sattasati khandhaka
Bagian ini mengenai sanghayana kedua.
C. Parivara
Parivara merupakan rangkuman dan pengelompokan peraturan-peraturan
dalam vinaya yang disusun dalam bentuk tanya jawab untuk tujuan memberikan
petunjuk dan pemeriksaan. Aturan-aturan yang ada didalam sutta vibhanga dan
khandha-khandha disertai dengan cerita mengenai terjadinya aturan tersebut. Didalam
Parivara diaantaranya bersifat benar-benar formal yang semata-mata menunjukan
bahwa para bhikkhu atau beberapa bhikkhu telah melakukan pelanggaran atau yang
mengikuti kebiasaan tertentu yang yang menyebabkan Sang Buddha menetapkan suatu ketetapan. Akan tetapi, cerita yang
nyata dimasukkan khusus dalam Maha Vagga dan Culla Vagga serta sutta dan sutta
pitaka.
Posisi
Kitab Suci Vinaya Pitaka sebagai bagian Tipitaka
Vinaya merupakan hal yang sangat penting bagi eksistensi agama buddha.
pentingnya vinaya bagi para bhikkhu
ditetapkan pada sidang sanghayana pertama yang dipimpin oleh Arahat Maha
Kassapa. Dalam sanghayana pertama para arahat memutuskan vinaya pitaka sebagai
bagian pertama di dalam kitab suci tipitaka. Penetapan tersebut didasarkan “vinaya
adalah jiwa agama (sasana); selama vinaya tegak berdiri, agama pun tegak
berdiri. Oleh karena itu, marilah kita kita ucap-ulang vinaya terlebih dahulu”.
Dengan menjalankan vinaya akan mempelihara dhamma yang telah diajarkan oleh
Sang Buddha seumpama seutas benang mengikat bunga-bunga menjadi satu, sehingga
tidak mudah dicerai beraikan oleh angin.
Keterkaitan antara dhamma dengan vinaya tidak dapat dipisah-pisahkan
menjadi bagian-bagian yang utuh. Mengajarkan dhamma tanpa vinaya, sama artinya
dengan mengajarkan jalan tanpa menunjukan bagaimana cara memulai dan
menempuhnya. Sebaliknya, vinaya tanpa dhamma hanya merupakan
peraturan-peraturan kosong yang sedikit manfaatnya. Hal terseebut juga berlaku
bagi bhikkhu maupun gharavasa.
Setiab bhikkhu berkewajiban untuk melaksanakan vinaya dan kriteria
baik-buruknya seseorang bhikkhu berdasarkan kepatuhanya terhadap vinaya, maka
akan timbul dua komplikas:
1. Mereka
yang tidak taat dan tidak sunguh-sunguh melaksanakan vinaya. Oleh sebab itu
sukar mengendalikan bhikkhu sangha dengan baik.
2. Mereka
yang menlaksanakan vinaya dengan sungguh-sungguh, tetapi dengan membabi buta
dan mengangap diri mereka lebih baik daripada bhikkhu-bhikkhu yang lainnya yang
mereka cela karena tidak menjalankan vinaya. Mereka akan merasa jengkel bila
berada dalam pertemuan bhikkhu sangha. Oleh karena sikap mereka yang demikian
itu, mereka tidak akan meraih kebahagiaan.
Kesimpulan:
Vinaya pitaka merupakan peraturan disiplin yang ditetapkan oleh Sang
Buddha untuk mengatur perilaku bhikkhu dan bhikkhuni. Dengan menjalankan vinaya
dengan sungguh-sungguh akan membawa kebahagiaan pada mereka yang menjalankan
dengan pengertian benar. Akan tetapi, vinaya yang dijalankan dengan kesungguhan
dengan pengertian salah akan menimbulkan kejengkelan, kegelisahan atau
ketegangan bagi bhikkhu yang menjalankannya dengan pandangan salah.
Refrensi:
_ _ _. 2003. Materi Kuliah Agama Buddha Untuk Perguruan
Tinggi Agama Buddha. Jakarta: Dewi Kayana Abadi.
Rashid, Drs. Teja S.M. 1997.
Sila dan Vinaya. Jakarta:
Buddhis Bodhi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar