Semua orang pasti menyukai keindahan. Keindahan tersebut
sangat erat dengan organ indera manusia. Keindahan yang dialami oleh indera
hanyalah sebuah proses di mana orang menyadari dengan pengalaman langsung
tentang keindahan dunia luar tersebut.Hampir semua filsuf non-Buddhis menggambarkan
pengalaman tersebut dialami oleh 'jiwa/roh'. Akan tetapi dalam Buddhisme hanya
suatu proses yang lebih tanpa aktor, pengalaman itu sendiri yang menjadi aktor.
Hanya pengalaman dan tidak ada yang mengalami. Keindahan fisik yang
menyenangkan indera dari luar hanya aktual, dan yang dapat memahami dan menyadari
sifat sejatinya adalah seseorang itu sendiri (yathabhutanana) dalam satupengalaman
spiritual yang indah serta keindahan dalam realitas tentang pengetahuan dunia
ini.
A.
Pengertian
Secara etimologi Estetikaberasal dari kata aesthetic (BahasaInggris) yang berarti “beauty/indah”. Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI, 2008: 401),“Estetika (estetik) adalah ilmu (ajaran atau
filsafat) tentang seni dan keindahan serta tanggapan manusia terhadapnya;kepekaan
terhadap seni dan keindahan”. Sedangkan keindahan/kecantikan berasal dari kata
dasar ‘indah/cantik’ yang berarti ‘bagus/e1ok’. Dengan kata lain, keindahan
adalah keelokan; sifat-sifat (keadaan dsb) yang indah (KBBI, 2008: 582). Ada
dua jenis keindahan dalam Buddhisme sertadarisudut pandang umum,
yaitu keindahanfisik (eksternal) dankeindahan moral(spiritual).
DalamNivarana-Vagga
bagian dari kitabAnguttaraNikaya(I,
3-4), Buddha menjelaskan kepada
para bhikkhu apakah adasatu hallain yangbegitu
kuatdalammenimbulkankondisi psikologisnafsusensual(kamacchanda) ataupeningkatankeindahandalam hal-hal(subha-nimitta). Subha-nimittaadalah kecenderunganmanusia secara umumuntuk
mendapatkan/kemelekatan padasesuatu yangmenyenangkan pikiran; ituadalah obyek, materi ataumental,yang
berfungsisebagai dasaruntukmemikirkan keindahan(ragatthaniya-arammana). Dalam Pali Canon kata raga
atau lobha atau tanha berarti kecenderungan pikiran, seperti
kecenderungan terhadapsuatu obyek yang indah, musik yangmanis,aroma
manis, makananenak, serta perasaanmenyenangkandari
sentuhan. Hal tersebut melambangkanfenomena dari pikiran
manusiayang didasarkan pada sesuatu yang eksternal. Benda-benda yang
indah tersebut menjadi buruk/berbahaya sesuai dengan pikiran mereka. Biarkan hal-hal
indah ada di dunia, karena keterikatan mereka menyebabkan kehilangan
pengetahuan yang benar. Dunia ini penuh dengan keindahan dengan cara yang
sangat spiritual dan arti yang abstrak, tetapi manusia itu sendiri yang mencemarkan
dan merusak keindahan dengan mencoba memiliki itu. Oleh karena itu, Buddha menjelaskan
bahwa tidak ada gunanya terikat dengan keindahan eksternal. Para Thera dan
Theri dalam kitab Thera dan Theri-gatha (Kuddaka Nikaya) mengungkapkan
keindahan tertinggi tentang keindahan moral atau spiritual. Keindahan batin yang
telah diungkapkan tersebut tentang ungkapan sukacita para Thera dan Theri
setelah menjalankan ajaran Buddha.
Ada beberapa kisah yang diceritakan dalam literatur
Buddhis menggambarkan sikap Buddhisme tentang kecantikan fisik. Salah satu
cerita tentang bertemunya Khema (Ratu Bimbisara) dengan Buddha. Khema adalah
seorang wanita yang sangat bangga dengan kecantikan fisik, dia menolak untuk
menemui Buddha yang menyatakan bahwa Buddha memiliki kebiasaan berbicara
meremehkan kecantikan fisik. Setelah mendengarkan sebuah puisi yang
menceritakan keindahan Veluvanarama di mana Buddha berada membuat Khema pergi
mengunjungi Buddha. Ketika Khema duduk di dekat Buddha, Buddha menciptakan
wanita seperti seorang peri langit yang berdiri di dekatnya, mengipasinya
dengan daun palem. Hal itu meninggalkan kesan yang mendalam di dalam pikiran Khema saat ia mengamati
bahwa wanita di dekat Buddha lebih cantik dari dirinya. Saat ia terus melihat
wanita itu dan terus mengamati bagaimana memasuki usia pertengahan dan kemudian
ke usia tua dan akhirnya jatuh seperti perempuan tua. Khema menyadari bahwakecantikan
fisik akan berubah sesuai dengan sifat sejatinya (Anicca), kemudian ia tidak hanya menjadi seorang Arahat
tetapi juga menjadi bhikkhuni yang memiliki kebijaksanaan.
Kisah yang samadigambarkandalam
kisahbrahmana Magandiyadan putrinyaMagandiyayangdikatakan memilikikecantikan
fisiklangka.Ayahnyamenundapernikahannyasampai iabisa mendapatkanseorang pria
yangcocokdengan penampilannya. Suatu
hariia melihatSang Buddhalewat danberpikir bahwa iaakan menjadimenantu yang cocok untuknya. Dia segera
membawaputrinyakepada Buddhadanmenawarinyasebagai
istri. Sang Buddhamengatakan kepada merekadanmenjelaskan
kepada merekatentangusaha yang gagaldariputri Mara yang cantikuntuk menggodadia.
Buddhamengatakan kepada mereka bahwadibandingkan dengananak
perempuanMara,Magandita adalah mayat diisi dengan tiga puluh duakotoran,
ia tidak akanmenyentuhnyabahkan dengankakinya. Magandiyamerasa begituterhina.Kemudian dia mencoba untukmembalas
dendamkepadaBuddha, tetapi orangtuannya memahamikebenaran
danmenjadipengikutBuddha.
Kesia-siaan keindahan/kecantikan fisik juga
digambarkan dalam kisah Nanda, saudara tiri Sang Buddha. Pada hari itu Nanda baru
saja menikah dengan Janapadakalyani, kemudian Sang Buddha memintanya untuk
menjadi seorang bhikkhu. Nanda tidak bisa menolak permintaan tersebut, karena
Nanda merasa enggan dengan Buddha. Suatu hari Nanda kepikiran dengan mantan
istrinya membuat pikirannyatersiksa dan menderita. Sang Buddha kemudian
mengajak Nanda pergi ke Himalaya. Dalam perjalanan ia menunjukkan seekor monyet
yang bulunya hangus terkena api dan Sang Buddha bertanya apakah Janapadakalyani
lebih indah. Nanda menjawabdalam pikirannya. Kemudian Sang Buddha membawanya ke
Tavatimsa dimana Dewa Sakka dengan peri yang sangat cantik menunggu mereka.
Dalam menjawab pertanyaan dari Buddha Nanda mengakui bahwa monyet yang bulunya
hangus terkena api jauh lebih menarik daripada istinya. Setelah mereka kembali
Sang Buddha menceritakan cerita untuk dua siswa utama. Ketika mereka bertanya
Nanda merasa sangat malu dengan kondisi pikiran penuh nafsu. Didorong oleh
perasaan tersebut, Nanda berusaha keras dan mencapai tingkat kesucian Arahat
dan menjadi siswa terkemuka di antara siswa-siswa lainnya. Setelah mengunjungi
Buddha dia berjanji akan membebaskan kondisi pikiran yang penuh nafsu.
KisahVakkaliTheraadalah kisah yang
lain dari keindahan fisik.Dia adalahbrahmanayang
tidak bisa bosanmemandang Buddha setelah melihatnya.Agarselalu dekatBuddhaiamenjadi seorang
bhikkhudanmenghabiskanseluruh waktunyamerenungkanseorangBuddha.
Suatu hari, Sang Buddhamengatakan
kepadanya bahwamerenungpada tubuhbusukadalah sia-siadan jikaia
ingin"melihat" dia harus"melihat"
Dhamma. Tetapi Vakkalitidak bisa lepas
darikebiasaannyadanhanya ingi melihat Buddha, ketikaBuddhamemerintahkan
diauntuk meninggalkannya, iameninggalkan Buddhadengan
hati yangsedih.
Cerita lain yang menarik yang menggambarkan
keindahan fisik adalah kisah Sirima pelacur dari Rajagaha. Dia dikatakan
memiliki keindahan yang unik. Seorang bhikkhu tertentu, setelah mendengar
tentang sedekah Sirima yang sangat baik dan kecantikannya yang luar biasa,
memutuskan untuk pergi ke dia. Ketika Bhikkhu tersebut pergi Sirima sakit dan pembantunya
yang menemui bhikkhu tersebut. Ketika Sirima dibawa untuk menghormati para
bhikkhu, bhikkhu penuh nafsu sekaligus jatuh cinta dengan dia dan tidak bisa
makan, dan pada hari yang sama Sirima meninggal. Sang Buddha juga hadir saat
upacara pemakaman dengan para bhikkhu, bhikkhu yang penuh nafsu juga disertakan.
Sang Buddha meminta raja menyatakan bahwa siapa pun yang bisa membayar 1.000
keping uang dapat memiliki tubuh Sirima itu, namun tidak ada tanggapan. Dengan
bertahap menurunkan harga tubuh tersebut, namun tidak ada yang menginginkannya.
Tujuan Buddha adalah untuk menunjukkan bahwa sebelumnya orang-orang
menghabiskan seribu untuk menghabiskan satu malam dengan dia, sekarang tidak
ada yang bersedia untuk memiliki tubuhnya bahkan sebagai hadiah. Kecantikan
fisik itu sendiri adalah sebuah penampilan tanpa nilai yang nyata.
Kisah-kisah tersebut bukan berarti Buddha telah
berprasangka terhadap keindahan/kecantikan fisik, tetapi keterikatan pada
kecantikan fisik adalah kebodohan. Keindahan fisik hanya bersifat sementara dan
ketika objek keindahan kehilangan daya tarik, ada kesedihan dan kekecewaan.
Buddhamenyadari bahwa jika manusia ingin benar-benar bahagia dia tidak melekat
dengan keindahan materi. Metode yang digunakan untuk mengurangi kemelekatan
terhadap keindahan fisik yaitu dengan merenungkan wujud kekotoran
(asubha-bhavana).
Kemudian dalam
literatur Pali menjelaskan ada lima standar(Panca Kalyana)dimana kecantikan
wanita dinilai, yaitu: rambut (kesa),
bibir (Mamsa), gigi (atthi), kulit (Chavi) dan muda/usia (Vaga).
Keindahan rambut berarti bahwa rambut wanita tersebut adalah seperti ekor
burung merak dan ketika dilepaskan dan dibiarkan jatuh menyentuh ujung jubah
dan kemudian ujung keriting rambut dan berbalik ke atas (kesakalyana). Bibirnya memiliki warna seperti labu terang (bimbaphala) dan bahkan lembut untuk
disentuh (mamsakalyana). Giginya yang
putih dan bahkan tanpa celah dan bersinar seperti deretan berlian diatur tegak (atthikalyana). Kulitnya seperti menggunakan
kayu cendana atau kosmetik lainnya, artinya halus seperti karangan bunga terataidan
kecerahan kekuningan sebagai karangan bunga kanikara (chavikalyana). Meskipun dia telah melahirkan sepuluh kali,tetapi masa
mudanya tetap segar seolah-olah dia baru melahirkan sekali (vayokalyana).
B.
Pandangan
Buddhisme tentang keindahan
Sang Buddha sering
mengatakan bahwa ia telah menjadi indah (subha). Bagi mereka yang menganggap
ajaran Buddha menolak tentang keindahan, Buddha memberikan jawaban yang baik dalamPatikka Suttanta dari Digha Nikaya (III, 34), Buddha membahas
brahmana bernama Bhaggava dan mengatakan kepadanya bahwa ada brahmana tertentu
dan petapa yang melaporkan secara keliru dengan mengatakan bahwa "setiap
kali seseorang telah mencapai ke tahap pembebasan, kemudian menganggap segala
sesuatu sebagai menjijikkan." Sang Buddha menyangkal pernyataan seperti itu
dan mengungkapkan apa yang ia benar-benar mengatakan dalam kata-kata berikut,
"setiap kali seseorang mencapai ke tahap pembebasan, kemudian ia sadar,
'itu indah'.” Buddha telah sepenuhnya mengerti dan direalisasikan. Dia ingin
semua orang yang memiliki kemampuan untuk melakukannya (upanissaya) menjadi satu dengan indah dalam kepribadian orang
tersebut.
Konsep dasar dalam
teori India tentang estetika pada umumnya dikenal sebagai rasa-vada, juga jenis
kenikmatan estetis yang dihasilkan dari melepas. Seperti menyaksikan penampilan
drama atau membaca puisi atau melihat lukisan atau mendengarkan musik dengan
memanfaatkan cabang seni tertentu sebagai medium. Metode yang Buddha ajarkan adalah
sebuah pengalaman intuitif, yang harus secara individual dialami oleh para
bijaksana (paccattam veditabbo vinnuhi).
Ketika Sang Buddha membandingkan berbagai kelas manusia ibarat bunga teratai di
kolam teratai di mana beberapa di atas air, beberapa yang tersembunyi di bawah
air pada berbagai tingkat dan beberapa tingkat dengan air. Kita dapat memahaminya
bahwa bunga teratai yang berada di lumpur kemungkinan sulit untuk mekar tetapi
tangkai yang berada diatas airdapat menghasilkan bunga teratai yang indah.
Dengan demikian keindahan dalam Buddhisme yaitu keindahanfisik (eksternal) dan keindahan moral
(spiritual). Buddha tidak menolak keindahan fisik tetapi
mengajarkan untuk tidak melekat pada keindahan yang sifatnya selalu berubah.
Apabila seseorang melekat pada keindahan yang sifatnya selalu berubah maka akan
ada kesedihan dan kekecewaan. Akan tetapi keindahan moral (spiritual) akan
mendorong seseorang untuk memperoleh keindahan yang sejati atau keindahan
Nibbana.
Referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar