Kamis, 16 Oktober 2014

Filsafat Estetika dalam Buddhisme


Semua orang pasti menyukai keindahan. Keindahan tersebut sangat erat dengan organ indera manusia. Keindahan yang dialami oleh indera hanyalah sebuah proses di mana orang menyadari dengan pengalaman langsung tentang keindahan dunia luar tersebut.Hampir semua filsuf non-Buddhis menggambarkan pengalaman tersebut dialami oleh 'jiwa/roh'. Akan tetapi dalam Buddhisme hanya suatu proses yang lebih tanpa aktor, pengalaman itu sendiri yang menjadi aktor. Hanya pengalaman dan tidak ada yang mengalami. Keindahan fisik yang menyenangkan indera dari luar hanya aktual, dan yang dapat memahami dan menyadari sifat sejatinya adalah seseorang itu sendiri (yathabhutanana) dalam satupengalaman spiritual yang indah serta keindahan dalam realitas tentang pengetahuan dunia ini.
A.    Pengertian
Secara etimologi Estetikaberasal dari kata aesthetic (BahasaInggris) yang berarti “beauty/indah”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 2008: 401),“Estetika (estetik) adalah ilmu (ajaran atau filsafat) tentang seni dan keindahan serta tanggapan manusia terhadapnya;kepekaan terhadap seni dan keindahan”. Sedangkan keindahan/kecantikan berasal dari kata dasar ‘indah/cantik’ yang berarti ‘bagus/e1ok’. Dengan kata lain, keindahan adalah keelokan; sifat-sifat (keadaan dsb) yang indah (KBBI, 2008: 582). Ada dua jenis keindahan dalam Buddhisme sertadarisudut pandang umum, yaitu keindahanfisik (eksternal) dankeindahan moral(spiritual).
DalamNivarana-Vagga bagian dari kitabAnguttaraNikaya(I, 3-4), Buddha menjelaskan kepada para bhikkhu apakah adasatu hallain yangbegitu kuatdalammenimbulkankondisi psikologisnafsusensual(kamacchanda) ataupeningkatankeindahandalam hal-hal(subha-nimitta). Subha-nimittaadalah kecenderunganmanusia secara umumuntuk mendapatkan/kemelekatan padasesuatu yangmenyenangkan pikiran; ituadalah obyek, materi ataumental,yang berfungsisebagai dasaruntukmemikirkan keindahan(ragatthaniya-arammana). Dalam Pali Canon kata raga atau lobha atau tanha berarti kecenderungan pikiran, seperti kecenderungan terhadapsuatu obyek yang indah, musik yangmanis,aroma manis, makananenak, serta perasaanmenyenangkandari sentuhan. Hal tersebut melambangkanfenomena dari pikiran manusiayang didasarkan pada sesuatu yang eksternal. Benda-benda yang indah tersebut menjadi buruk/berbahaya sesuai dengan pikiran mereka. Biarkan hal-hal indah ada di dunia, karena keterikatan mereka menyebabkan kehilangan pengetahuan yang benar. Dunia ini penuh dengan keindahan dengan cara yang sangat spiritual dan arti yang abstrak, tetapi manusia itu sendiri yang mencemarkan dan merusak keindahan dengan mencoba memiliki itu. Oleh karena itu, Buddha menjelaskan bahwa tidak ada gunanya terikat dengan keindahan eksternal. Para Thera dan Theri dalam kitab Thera dan Theri-gatha (Kuddaka Nikaya) mengungkapkan keindahan tertinggi tentang keindahan moral atau spiritual. Keindahan batin yang telah diungkapkan tersebut tentang ungkapan sukacita para Thera dan Theri setelah menjalankan ajaran Buddha.
Ada beberapa kisah yang diceritakan dalam literatur Buddhis menggambarkan sikap Buddhisme tentang kecantikan fisik. Salah satu cerita tentang bertemunya Khema (Ratu Bimbisara) dengan Buddha. Khema adalah seorang wanita yang sangat bangga dengan kecantikan fisik, dia menolak untuk menemui Buddha yang menyatakan bahwa Buddha memiliki kebiasaan berbicara meremehkan kecantikan fisik. Setelah mendengarkan sebuah puisi yang menceritakan keindahan Veluvanarama di mana Buddha berada membuat Khema pergi mengunjungi Buddha. Ketika Khema duduk di dekat Buddha, Buddha menciptakan wanita seperti seorang peri langit yang berdiri di dekatnya, mengipasinya dengan daun palem. Hal itu meninggalkan kesan yang mendalam  di dalam pikiran Khema saat ia mengamati bahwa wanita di dekat Buddha lebih cantik dari dirinya. Saat ia terus melihat wanita itu dan terus mengamati bagaimana memasuki usia pertengahan dan kemudian ke usia tua dan akhirnya jatuh seperti perempuan tua. Khema menyadari bahwakecantikan fisik akan berubah sesuai dengan sifat sejatinya (Anicca),  kemudian ia tidak hanya menjadi seorang Arahat tetapi juga menjadi bhikkhuni yang memiliki kebijaksanaan.
Kisah yang samadigambarkandalam kisahbrahmana Magandiyadan putrinyaMagandiyayangdikatakan memilikikecantikan fisiklangka.Ayahnyamenundapernikahannyasampai iabisa mendapatkanseorang pria yangcocokdengan penampilannya. Suatu hariia melihatSang Buddhalewat danberpikir bahwa iaakan menjadimenantu yang cocok untuknya. Dia segera membawaputrinyakepada Buddhadanmenawarinyasebagai istri. Sang Buddhamengatakan kepada merekadanmenjelaskan kepada merekatentangusaha yang gagaldariputri Mara yang cantikuntuk menggodadia. Buddhamengatakan kepada mereka bahwadibandingkan dengananak perempuanMara,Magandita adalah mayat diisi dengan tiga puluh duakotoran, ia tidak akanmenyentuhnyabahkan dengankakinya. Magandiyamerasa begituterhina.Kemudian dia mencoba untukmembalas dendamkepadaBuddha, tetapi orangtuannya memahamikebenaran danmenjadipengikutBuddha.
Kesia-siaan keindahan/kecantikan fisik juga digambarkan dalam kisah Nanda, saudara tiri Sang Buddha. Pada hari itu Nanda baru saja menikah dengan Janapadakalyani, kemudian Sang Buddha memintanya untuk menjadi seorang bhikkhu. Nanda tidak bisa menolak permintaan tersebut, karena Nanda merasa enggan dengan Buddha. Suatu hari Nanda kepikiran dengan mantan istrinya membuat pikirannyatersiksa dan menderita. Sang Buddha kemudian mengajak Nanda pergi ke Himalaya. Dalam perjalanan ia menunjukkan seekor monyet yang bulunya hangus terkena api dan Sang Buddha bertanya apakah Janapadakalyani lebih indah. Nanda menjawabdalam pikirannya. Kemudian Sang Buddha membawanya ke Tavatimsa dimana Dewa Sakka dengan peri yang sangat cantik menunggu mereka. Dalam menjawab pertanyaan dari Buddha Nanda mengakui bahwa monyet yang bulunya hangus terkena api jauh lebih menarik daripada istinya. Setelah mereka kembali Sang Buddha menceritakan cerita untuk dua siswa utama. Ketika mereka bertanya Nanda merasa sangat malu dengan kondisi pikiran penuh nafsu. Didorong oleh perasaan tersebut, Nanda berusaha keras dan mencapai tingkat kesucian Arahat dan menjadi siswa terkemuka di antara siswa-siswa lainnya. Setelah mengunjungi Buddha dia berjanji akan membebaskan kondisi pikiran yang penuh nafsu.
KisahVakkaliTheraadalah kisah yang lain dari keindahan fisik.Dia adalahbrahmanayang tidak bisa bosanmemandang Buddha setelah melihatnya.Agarselalu dekatBuddhaiamenjadi seorang bhikkhudanmenghabiskanseluruh waktunyamerenungkanseorangBuddha. Suatu hari, Sang Buddhamengatakan kepadanya bahwamerenungpada tubuhbusukadalah sia-siadan jikaia ingin"melihat" dia harus"melihat" Dhamma. Tetapi Vakkalitidak bisa lepas darikebiasaannyadanhanya ingi melihat Buddha, ketikaBuddhamemerintahkan diauntuk meninggalkannya, iameninggalkan Buddhadengan hati yangsedih.
Cerita lain yang menarik yang menggambarkan keindahan fisik adalah kisah Sirima pelacur dari Rajagaha. Dia dikatakan memiliki keindahan yang unik. Seorang bhikkhu tertentu, setelah mendengar tentang sedekah Sirima yang sangat baik dan kecantikannya yang luar biasa, memutuskan untuk pergi ke dia. Ketika Bhikkhu tersebut pergi Sirima sakit dan pembantunya yang menemui bhikkhu tersebut. Ketika Sirima dibawa untuk menghormati para bhikkhu, bhikkhu penuh nafsu sekaligus jatuh cinta dengan dia dan tidak bisa makan, dan pada hari yang sama Sirima meninggal. Sang Buddha juga hadir saat upacara pemakaman dengan para bhikkhu, bhikkhu yang penuh nafsu juga disertakan. Sang Buddha meminta raja menyatakan bahwa siapa pun yang bisa membayar 1.000 keping uang dapat memiliki tubuh Sirima itu, namun tidak ada tanggapan. Dengan bertahap menurunkan harga tubuh tersebut, namun tidak ada yang menginginkannya. Tujuan Buddha adalah untuk menunjukkan bahwa sebelumnya orang-orang menghabiskan seribu untuk menghabiskan satu malam dengan dia, sekarang tidak ada yang bersedia untuk memiliki tubuhnya bahkan sebagai hadiah. Kecantikan fisik itu sendiri adalah sebuah penampilan tanpa nilai yang nyata.
Kisah-kisah tersebut bukan berarti Buddha telah berprasangka terhadap keindahan/kecantikan fisik, tetapi keterikatan pada kecantikan fisik adalah kebodohan. Keindahan fisik hanya bersifat sementara dan ketika objek keindahan kehilangan daya tarik, ada kesedihan dan kekecewaan. Buddhamenyadari bahwa jika manusia ingin benar-benar bahagia dia tidak melekat dengan keindahan materi. Metode yang digunakan untuk mengurangi kemelekatan terhadap keindahan fisik yaitu dengan merenungkan wujud kekotoran (asubha-bhavana).
Kemudian dalam literatur Pali menjelaskan ada lima standar(Panca Kalyana)dimana kecantikan wanita dinilai, yaitu: rambut (kesa), bibir (Mamsa), gigi (atthi), kulit (Chavi) dan muda/usia (Vaga). Keindahan rambut berarti bahwa rambut wanita tersebut adalah seperti ekor burung merak dan ketika dilepaskan dan dibiarkan jatuh menyentuh ujung jubah dan kemudian ujung keriting rambut dan berbalik ke atas (kesakalyana). Bibirnya memiliki warna seperti labu terang (bimbaphala) dan bahkan lembut untuk disentuh (mamsakalyana). Giginya yang putih dan bahkan tanpa celah dan bersinar seperti deretan berlian diatur tegak (atthikalyana). Kulitnya seperti menggunakan kayu cendana atau kosmetik lainnya, artinya halus seperti karangan bunga terataidan kecerahan kekuningan sebagai karangan bunga kanikara (chavikalyana). Meskipun dia telah melahirkan sepuluh kali,tetapi masa mudanya tetap segar seolah-olah dia baru melahirkan sekali (vayokalyana).
B.     Pandangan Buddhisme tentang keindahan
Sang Buddha sering mengatakan bahwa ia telah menjadi indah (subha). Bagi mereka yang menganggap ajaran Buddha menolak tentang keindahan, Buddha memberikan jawaban yang baik dalamPatikka Suttanta dari Digha Nikaya (III, 34), Buddha membahas brahmana bernama Bhaggava dan mengatakan kepadanya bahwa ada brahmana tertentu dan petapa yang melaporkan secara keliru dengan mengatakan bahwa "setiap kali seseorang telah mencapai ke tahap pembebasan, kemudian menganggap segala sesuatu sebagai menjijikkan." Sang Buddha menyangkal pernyataan seperti itu dan mengungkapkan apa yang ia benar-benar mengatakan dalam kata-kata berikut, "setiap kali seseorang mencapai ke tahap pembebasan, kemudian ia sadar, 'itu indah'.” Buddha telah sepenuhnya mengerti dan direalisasikan. Dia ingin semua orang yang memiliki kemampuan untuk melakukannya (upanissaya) menjadi satu dengan indah dalam kepribadian orang tersebut.
Konsep dasar dalam teori India tentang estetika pada umumnya dikenal sebagai rasa-vada, juga jenis kenikmatan estetis yang dihasilkan dari melepas. Seperti menyaksikan penampilan drama atau membaca puisi atau melihat lukisan atau mendengarkan musik dengan memanfaatkan cabang seni tertentu sebagai medium. Metode yang Buddha ajarkan adalah sebuah pengalaman intuitif, yang harus secara individual dialami oleh para bijaksana (paccattam veditabbo vinnuhi). Ketika Sang Buddha membandingkan berbagai kelas manusia ibarat bunga teratai di kolam teratai di mana beberapa di atas air, beberapa yang tersembunyi di bawah air pada berbagai tingkat dan beberapa tingkat dengan air. Kita dapat memahaminya bahwa bunga teratai yang berada di lumpur kemungkinan sulit untuk mekar tetapi tangkai yang berada diatas airdapat menghasilkan bunga teratai yang indah.
Dengan demikian keindahan dalam Buddhisme yaitu keindahanfisik (eksternal) dan keindahan moral (spiritual). Buddha tidak menolak keindahan fisik tetapi mengajarkan untuk tidak melekat pada keindahan yang sifatnya selalu berubah. Apabila seseorang melekat pada keindahan yang sifatnya selalu berubah maka akan ada kesedihan dan kekecewaan. Akan tetapi keindahan moral (spiritual) akan mendorong seseorang untuk memperoleh keindahan yang sejati atau keindahan Nibbana.
Referensi:

Malalasekera, G.P. 1966. Encyclopaedia of Buddhism Vol. II. Goverment of Sri Lanka (Hal. 597 – 600).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar