Rabu, 01 April 2015

Pathama Miggajala Sutta

Pathama Miggajala Sutta
Tempat: Di Savatti
Latar Belakang:
Sutta ini dibabarkan kepada Yang Mulia Migajala berkenaan pertanyaannya mengenai bagaimanakah yang disebut seseorang yang berdiam sendirian, dan bagaimanakah yang disebut seorang yang berdiam dengan teman.

Inti sutta:
Sang Buddha menjelaskan ketika bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata, suara-suara yang dikenali oleh telinga, bau-bauan yang dikenali oleh hidung, rasa kecapan yang dikenali oleh lidah, objek-objek sentuhan yang dikenali oleh tubuh, fenomena-fenomena pikiran yang dikenali oleh pikiran. Disukai, indah, menyenangkan, nikmat, memikat indria, menggoda. Jika seorang bhikkhu menikmatinya, menyambutnya, dan terus-menerus menggenggamnya, maka kenikmatan muncul. Ketika ada kenikmatan, maka ada ketagihan. Jika ada ketagihan, maka ada belenggu. Terikat oleh belenggu kenikmatan, seorang bhikkhu seperti ini disebut sebagai seorang yang berdiam dengan teman. Walaupun seorang bhikkhu yang demikian berdiam menetap di hutan-hutan, di tempat-tempat terpencil di mana terdapat hanya sedikit suara dan kebisingan, sepi, tersembunyi dari orang banyak, cocok untuk mengasingkan diri, ia tetap disebut seorang yang berdiam dengan teman. Karena keinginan adalah temannya, dan ia belum meninggalkannya; oleh karena itu ia disebut seorang yang berdiam dengan teman.
Sebaliknya ketika bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata, suara-suara yang dikenali oleh telinga, bau-bauan yang dikenali oleh hidung, rasa kecapan yang dikenali oleh lidah, objek-objek sentuhan yang dikenali oleh tubuh, fenomena-fenomena pikiran yang dikenali oleh pikiran. Disukai indah, menyenangkan, nikmat, memikat indria, menggoda. Jika seorang bhikkhu tidak menikmatinya, tidak menyambutnya, dan tidak terus-menerus menggenggamnya, maka maka kenikmatan terhenti. Ketika tidak ada kenikmatan, maka tidak ada ketagihan. Jika tidak ada ketagihan, maka tidak ada belenggu. Terlepas dari belenggu kenikmatan, seorang bhikkhu seperti ini disebut seorang yang berdiam sendirian. Walaupun seorang bhikkhu yang demikian berdiam , menetap di dalam lingkungan desa, bergaul dengan para bhikkhu dan bhikkhuni, dengan umat-umat awam laki-laki dan perempuan, dengan raja dan para menteri, dengan para guru sekte lain dan murid-murid mereka, ia tetap disebut seorang yang berdiam sendirian. Karena keinginan adalah temannya, dan ia telah meninggalkannya; oleh karena itu is disebut seorang yang berdiam sendirian.

Kesimpulan:
            Seorang Bhikkhu yang belum bisa mengendalikan diri walaupun tinggal di hutan yang sepi akan tetapi diliputi oleh keingginan-keingginan rendah maka bhikkhu tersebut berdiam dengan teman. Sebaliknya,  ketika seorang bhikkhu mampu mengendalikan diri walaupun tinggal di pedesaan yang ramai akan tetapi terbebas dari keingginan-keinginan rendah maka bhikkhu tersebut berdiam sendirian.
Pesan moral:
Semakin banyak keingginan semakin dekat dengan penderitaan, semakin sedikit keingginan semakin dekat dengan kebebesan. Sehingga kendalikanlah segala keingginan-keingginan rendah kita.
Refrensi:
Bodhi, Bhikkhu. 2010. Kotbah-Kotbah Berkelompok Sang Buddha Buku 4

Saḷāyatanavagga. Jakarta Barat: Dhammacitta Press.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar