Rabu, 20 Februari 2013

Siapa Yang Bersungguh-Sungguh Pasti Berhasil



           Kesungguh-sungguhan merupakan hal yang menjadi dasar yang kuat bagi seseorang yang inggin mendapatkan suatu keberhasilan dari setiap usahanya. Dengan kesungguhan yang ada dalam diri seseorang akan memberikan semangat yang dapat mendorong seeorang untuk melakukan usaha lebih keras untuk mencapai hal yang diingginkan, dibandingkan seseorang yang tidak memiliki kesungguhan dalam usahanya. Seperti halnya diceritakan oleh Ustad Salman yang mengenailkan Man Jadda Wa Jada kepada muridnya dengan perumpamaan “memotong sebatang kayu menggunakan  pedang yang tumpul”. Apabila seseorang memiliki kesungguh-sungguhan, seseorang tersebut akan mampu menebang pohon yang menjadi targetnya. Sehingga, dengan adanya kesungguhan yang mendasari setiap hal yang dicita-citakan akan memberikan semangat untuk menempuhnya dengan sekuat tenaga, hingga hal yang dicita-citanyakan mampu diraihnya.
Sikap kesungguh-sungguhan harus ditanamkan dan  ditumbuhkembangkan kepada  seseorang yang ingin mendapatkan keberhasilan. Dengan kesungguhan tersebut akan menguatkan mental serta sikap pantang menyerah dalam menghadapi setiap masalah yang menghadang setiap langkah untuk mencapai keberhasilan. Dengan semangat serta kesungguhan yang berasal dari dalam diri seseorang  akan memberikan dorongan seseorang untuk berusaha mencapai hal yang diita-citakan dari hatinya yang terdalam.
Kesungguhan-sungguhan akan memudahkan seseorang untuk meraih keberhasilan dengan penuh tanggung jawab dan penuh pertimbanggan. usaha yang akan ditempuh keberhasilannya juga harus diimbangi dengan sikap (attitude) yang baik.  Sehingga keberhasilan tersebut tidak akan merugikan pihak lain yang bersangkutan. Melainkan, dari usaha yang bersungguh-sungguh untuk mencapai kesuksesan tersebut disalurkan melalui usaha yang baik pula demi tercapainya keseimbangan dalam masyarakat dan diwujudkan dalam pelestarian lingkungan.
            Keberhasilan yang dicapai seseorang ditempuh tidak hanya  melalui kesungguh-sugguhan semata, keberhasilan itu juga harus ditempuh melalui proses pendidikan yang baik. Pendidikan sangat mendukung seeorang demi tercapainya suatu keberhasilan. Dengan pengetahuan yang diperoleh dari proses belajar akan mengubah cara pandang seseorang dalam hal pencapaian keberhasilan, sehingga faktor pendidikan memegang peran penting  dalam menumbuhkan dan mengembangkan karakter kesungguh-sungguhan dan pantang menyerah dalaam menghadapi masalah untuk  mencapai keberhasilan.
            Usaha untuk mencapaian keberhasilan harus membutuhkan pengorbanan yang sangat besar. Pengorbanan tersebut tidak hanya berupa materi yang ada, melainkan pengorbanan tersebut juga dapat berupa pengorbanan mental saat terjun dimasyarakat, pengorbanan tersebut dapat berupa kesanggupan beradaptasi didalam masyarakat tanpa membeda-bedakan agama, suku, kepercayaan dan sebagainya. Seseorang yang ingin meraih kesuksesan harus memiliki hubunggan luas dengan masyarakat untuk mengembangkan kerjasama untuk  mencapai kesuksesan yang didambakan.
            Dari kisah yang telah diuraikan dalam kick andy, bagi siapapun yang bersungguh-sungguhan dalam meraih yang dicita-citakan akan memberikan dorongan semangat untuk mencapai keberhasilan. Kesunguh-sunguhan tersebut juga akan menbangkitkan daya tahan seseorang saat menghadapi masalah-masalah yang dapat menurunkan semangatnya untuk mencapai keberhasilan. Selain itu kesungguhan-sungguhan yang ada didalam diri seseorang akan mendorong seseorang untuk berkarya lebih baik lagi, yang lebih kreatif dan bervariasi. untuk mencapai keberhasilan, dukungan dari orang tua dan orang-orang terdekat juga akan membangkitkan semangat yang ada dalam dirinya. Dengan demikian, orang-orang terdekat memberi peran penting yang mampu mendorong semangat seseorang serta dari dukungan orang sekitar akan mampu mengantar seseorang untuk meraih kesuksesan.

Kerajaan-Kerajaan di India utara, Deccan dan India Selatan


Kerajaan-Kerajaan di India utara, Deccan dan India Selatan.

Di India tengah dan selatan kebudayaan Hindu terus berkembang, setelah India utara dan Hindustan dikuasai oleh raja-raja Islam yang datang dari Persia dan Asia tengah.
Diantara kerajaan-kerajaan di India tengah yang amat kuat ialah kerajaan Chalukya sampai tahun 1190. Kerajaan kekuasaannya besar pada abad ke delapan ialah Rashtrakuta. Rajanya yang terkenal, Krishna I mendirikan candi Kailasa, dipahat si dalam gunung batu dekat Ellora, di daerah Hydrabad sekarang. Agama Budha pada zaman itu mengalami kemunduran, sedangkan agama Hindu makin maju. Seperti yang telah diuraikan di atas penduduk Deccan (bangsa Dravida) sudah memiliki kebudayaan dan agamanya sendiri sebelum bangsa Arya datang dari utara.
Agama Budha yang disebarkan oleh Ashoka juga berkembang di daerah itu. Antara percampuran agama Brahma, Budha dan kepercayaan asli terbentuklah agama yang satu, yaitu agama Hindu. Hindu mengandung kebiasaan-kebiasaan, adat-adat dan aturan-aturan yang berakar pada kepercayaan asli dari masa sebelum kedatangan bangsa Arya.
India selatan adalah tanah yang subur terletak di daerah beriklim musim seperti Indonesia. Sejak zaman purbakala India selatan menjadi impian raja-raja di sebelah utara yang hendak menaklukkan daerah itu.
Kemudian mulai dari abad ke-4 sampai abad ke-8 terdengar kemashuran Kerajaan Pallava yang berhasil menaklukkan kerajaan-kerajaan yang tiga-tiganya adalah Pandya, Chola, dan Kerala atau Chera, dan juga memerangi kerajaan Chalukya di India tengah.
Asal-usul tentang bangsa Pallava hingga sekarang belum mendapat keterangan yang jelas. Beberapa ahli berpendapat bahwa nama Pallava berhubungan dengan nama Pahlavi di Persia, sehingga kemungkinan mereka berasal dari Persia.
Menurut penyelidikan terakhir, Pallava tidak lain berasal dari nama suatu suku yang terkenal sebagai pemimpin suku-suku yang jauh dari pusat kerajaan yang menguasai mereka. Pada abad ke -4 pusat pemerintahan kerajaan Pallava berada di dekat kota Madras sekarang, yaitu Kanchi.
Raja-raja yng terkenal adalah Mahendravarman (600-625) dan Narashinhavarman (625-645), keduanya mendirikan candi-candi tempat memuja Dewa Wisnu dan Dewa Syiwa. Kekuasaan raja-raja Pallava berkurang karena terus menerus berperang dengan Chalukya. 
Dengan lemahnya kekuatan Kerajaan pallava mengakibatkan bangkitnya kerajaan Chola. Pada pemerintahan rajarajadeva (985) dan anaknya Rajendra Choladeva I (1018), kerajaan Chola menguasai Sailan, Pegu, Martaban di Birma dan Kepulauan Andaman. Kerajaan-kerajaan tersebut berhubungan dengan sejarah zaman Islam di India utara dan Hindustan.
Kitab – kitab bahasa Tamil sampai sekarang banyak yang tersimpan , didalamnya terdapat syai – syair dan lakon – lakon (drama).Kemudian mulai dari abad ke 4 sampai abad ke 8 terdengarlah kemasyuran kerajaan Pallava yang menakklukan kerajaan – kerajaan tiga – tiganya dan memerangi kerajaan Chalukya di India Tengah juga. Suku Pallava itu mula – mula bersifat pengembara dan tak mau mendiami tempat yang tetap. Diabad ke 4 kerajaan Pallava sudah tersebut namanya yaitu pusat kota Kanchi. Raja – raja yang masyur ialah Mahendravarman (600-625) dan Narasinhavarman (625-645) keduanya mendirikan candi – candi yang indah tempat memuja Vishnu dan Siva. Kemudian kuasa raja –raja Pallava berkurang , sebab terus menerus berperang dengan Chalukya. Dengan surutnya kerajaan Pallava mulailah kerajaan Chola timbul sekali lagi. Kerajaan Chola itu mempunyai daerah yang melingkungi Sailan , Pegu , Martaban di Birma dan kepulauan Andaman. Candi yang amat masyur dan masih ada sekarang di Tanjore didirikan atas titah raja Rajarajadeva. Sebagian dari kerajaan Chola bernama Kalingga. Dalam nama ini tersimpan perkataan keeling. Dari India Utara datang terutama golongan yang hendak menyebarkan agama Buddha. Mereka itu dididik lebih dahulu dikota Kanchi , yang masyur namanya sebagai suatu pusat perguruan luhur , sebelum berangkat ke Indonesia. Jadi teranglah pada asalnya kebudayaan Hindu di Indonesia berdasarkan kebudayaan India Selatan dari abad – abad permulaan Tarich Masehi. Lama kelamaan dasar – dasar Hindu itu makin kabur , sedang corak asli bertambah terang. Kerajaan di India Utara, di bawah pegunungan Himalaya, jarang muncul dalam sastra India kuno. China muncul sebagai kerajaan dan dikenal dengan nama “Chin”, dikelompokkan sebagai kerajaan “Mlechcha” (suku bangsa yang budayanya lain dengan budaya India pada masa itu). Dalam sastra India kuno, disebutkan bahwa kerajaan di India Utara dipenuhi oleh berbagai kerajaan dengan suku bangsa yang penuh misteri. Kerajaan yang terkemuka di antara mereka adalah Kuru Utara atau Uttara Kuru. Beberapa sastra menyebutkan bahwa wilayah tersebut merupakan daerah para Dewa. Kadang-kadang kerajaan tersebut muncul selayaknya seperti kerajaan lain, kadang-kadang disebut negeri tanpa Raja, kadang-kadang sebagai Republik. Kata “Kuru” yang sama, membuatnya dihubungkan dengan “Dinasti Kuru” di India (Korawa dan Pandawa). Beberapa sejarawan menganggap mereka merupakan leluhur bangsa Kuru di seluruh India, dan pada mulanya berada di India Utara (diidentifikasikan sebagai Kirgistan dan Tajikistan) kemudian menyebar di daratan India, mendirikan kerajaannya di wilayah negara bagian Haryana dan Uttar Pradesh di India. India Utara mengalami kerusakan disebabkan oleh masuknya bangsa Yue-Chi dari Tiongkok Tengah. Bangsa ini amat perkasa, sehingga mereka menaklukkan daerah-daerah Turkestan sekarang dan mengusir bangsa-bangsa Saka atau Scyt disekitar laut Kaspia.
Kesimpulan Berdasarkan data diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1.      Di India Tengah dan Selatan kebudayaan Hindu terus berkembang, setelah India Utara dan Hindustan dikuasai oleh raja – raja Islam yang datang dari Persia dan Asia Tengah.
2.      Kerajaan yang besar juga dikuasainya diabad ke 8 ialah Rashtrakuta, dipahat di dalam gunung batu dekat Ellora, didaerah Hydrabad sekarang.
3.      India Utara mengalami kerusakan disebabkan oleh masuknya bangsa Yue-Chi dari Tiongkok Tengah. Bangsa ini amat perkasa, sehingga mereka menaklukkan daerah-daerah Turkestan sekarang dan mengusir bangsa-bangsa Saka atau Scyt disekitar laut Kaspia.
DAFTAR PUSTAKA
1.      Wahyono, Mulyadi. 1992. Sejarah Perkembangan Agama Buddha I. Jakarta: Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Hindu Dan Buddha, Departemen Agama Dan Universitas Terbuka.
2.      HTTP:// GOEGLE. Kerajaan zaman india utara, deccan dan selatan.
3.      HTTP:// wikipedia. Kerajaan zaman india utara, selatan.

Ānāpānasati Sebagai Sarana Meningkatkan Kesadaran


Ānāpānasati Sebagai Sarana Meningkatkan Kesadaran

            Kesadaran merupakan suatu hal yang sangat vital dalam keseharian setiap orang. Dengan adanya kesadaran akan dapat pengurangi resiko buruk dalam mengerjakan tugas atau pun pekerjaan yang sangat sulit sekalipun. Dalam melaksanakan perbuatan apapun yang dilakukan dituntut untuk mengembangkan kesadaran agar dapat mengurangi resiko yang merugikan diri sendiri mau pun orang lain.
Kesadaran dalam setiap melakukan perbuatan apapun dapat dikembangkan melalui praktik meditasi. Kesadaran pada saat melakukan perbuatan apapun salah satunya dapat dikembangkan melalui praktik meditasi dengan obyek Ānāpānasati. Ānāpānasati merupakan obyek didalam meditasi dengan mengamati keluar-masuknya udara saat bernafas. Dalam praktiknya kesadaran bernafas difokuskan pada titik persentuhan nafas di atas bibir dekat hidung dengan merasakan udara yang keluar-masuk saat bernafas. Pada saat bernafas mengamati dan menyadari sentuhan udara saat  berlangsungnya nafas panjang maupun pendek diketahui dan disadari. Menurut Bhikkhu Ñāṇamoli “I breathe in long; or breathing out long, knows, I breathe out long; breathing in short, knows, i breathe in short; or breathing out short, knows” (2010: 5).
Dengan mengembangkan kesadaran melalui obyek Ānāpānasati akan memberikan manfaat yang sangat besar bagi meditator. Dengan cara mengamati dan menyadari saat berlangsungnya nafas masuk maupun nafas keluar secara berulang-ulang dan dalam waktu yang teratur akan semakin  memupuk kesadaran pada saat melakukan perbuatan apapun. Dengan adanya kesadaran dalam setiap berbuat akan dapat menekan bahkan akan dapat mengurangi kesalahan yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain. Selain itu dengan dipupuk den dikembangkan melalui meditasi Ānāpānasati akan semakin memberikan kepekaan terhadap setiap masalah-masalah yang sedang dialami. Kepekaan tersebut dapat berupa kepekaan mendengar orang lain berbicara. Dengan adanya kepekaan akan dapat memberikan respon yang baik berkaitan dengan masalah yang sedang dibicarakan dan tidak memberikan respon yang melenceng jauh dari masalah yang sedang dihadapi. Sehingga dengan meditasi dengan menggunakan obyek Ānāpānasati sangat berperan pentin dalam meningkatkan kesadaraan. Melalui meditasi pula akan dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi meditator dalam meningkatkan kesadaran pada saat melakukan perbuatan apapun serta memberikan kepekaan mengenai lingkungan sekitar sehingga dapat memberikan respon yang baik terhadap masalah yang ada disekitar.
Refrensi: Ñāṇamoli, Bhikkhu. 2010. Mindfulness Of Breathing. Perfection Of The Four Foundation Of Mindfulneness. Sri Lanka: Buddhist Publication Society

Meningkatkan Kesadaran melalui Pancaindera


Meningkatkan Kesadaran melalui Pancaindera
Terjadinya suatu kesadaran saat mencerapan obyek tidak bisa terlepas dari adanya pancaindera. Pancaindra merupakan suatu unsur yang penting yang mendasari terjadinya pencerapan obyek. selain itu melalui pencerapan pancaindra pula akan dapat memunculkan berbagai bentuk-bentuk pikiran yang baik maupun buruk. Menurut Mahasi Sayadaw (1995:8):
Mentality arises depending on materiality: depending one the eyes, eyes-consciousness (seeing) arises; depending one the ear, ear-consciousness (hearing) arises; depending one the nose, nose-consciousness (smelling) arises; depending one the tongue, tongue-consciousness (tasting) arises; depending one the body, body-consciousness (sense of touch) arises.
Samadhi merupakan sarana yang sangai baik yang digunakan untuk mengembangkan kesadaran. Dalam upaya mengembangkan kesadaraan, seseorang  dapat melakukannya melalui pencatatan setiap gerak-gerik tubuh melalui kegiatan sehari-hari. Selain itu, kesadaran juga dapat dimunculkan melalui proses mencatat didalam batin segala sesuatu yang dicerap melalui pancaindra. Saat sedang melihat suatu obyek, pikiran diarahkan untuk menyadari bahwa mata sedang mencerap suatu benda dan begitu pula dengan pencerapan yang dilakukan pancaindra lain. Dengan adanya kesadaran saat mencerap obyek  akan membuat seseorang tidak akan terlarut-larut apabila mencerap suatu obyek menyenangkan maupun obyek yang menyedihkan. Sehingga  dengan menyadari segala sesuatu yang dicerap melalui pancaindra akan dapat meningkatkan kesadaran  dan memberi dampak pada pengoptimalan pengendalikan diri. Akan tetapai lebih utamanya melalui kesadaran tersebut akan mendorong batin seseorang menuju pencerahan.
            Refrensi: Sayadow, Mahasi. 1995. Satipatthana Vipassana Insight Through Mindfulness: The Development Of Wisdom. Sri Lanka: Buddhist Publication Society.

Proses mencapai keberhasilan meditasi


Proses mencapai keberhasilan meditasi
Dalam kehidupan saat ini, semakin banyak orang yang mencari kedamaian dalam diri mereka. Kedamaian tersebut dicari dengan berbagai cara menurut kepercayaan masing-masing. Didalam agama Buddha kedamaian diperoleh dengan mengembangkan kesadaran tertinggi melalui meditasi. Kesadaran yang dikembangkan melalui meditasi tersebut apabila dikembangkan akan menimbulkan kedamaian dan kebahagian tertinggi dari dalam diri seorang meditator. Akantetapi tujuan utama dalam pelaksanaan meditasi adalah sarana untuk mencapai pandangan terang.
Pada saat meditasi, kesadaran diarahkan untuk menyadari timbul, berlangsung serta padamya obyek pancakhandha. Ketika pikiran tidak terfokus pada obyek meditasi, dan berpindah menjadi bayangan-bayangan semu akan masa depan maupun masa lalu, pikiran harus segera dikembalikan untuk menyadari proses berlangsungnya pikiran. Apabila hal tersebut tidak dikembalikan pada obyek yang digunakan justru akan dapat menghambat proses kesadaran. Menurut Ajahn Brahm (2006: 9):
When you think during your meditation,“How many more minutes are there to go? How much longer do I have to endure this?”that is just wandering off into the future.The pain could disappear in a twinkling. You simply cannot anticipate when that is going to happen.
            Dalam upaya mencapai pandangan terang, pikiran harus selalu menyadari obyek pancakhanda yang sedang digunakan. dengan meditasi akan dapat mendorong seseorang mencapai pandangan terang apabila dalam prosees meditasi tersebut diarahkan untuk menyadari timbul, berlangsung, serta padamnya pikiran Sehingga dengan kesadaran yang tertinggi akan dapat mengantisipasi segala sesuatu yang akan terjadi.
Refrensi: Brahm, Ajahn. 2006. Mindfulness, Bliss, and Beyond:The Basic Method of Meditation I. United States of America: Wisdom Publications, 

Teknik Samadhi Mahasi Sayadaw


Teknik Samadhi Mahasi Sayadaw
Perkembangan samadhi akhir-akhir ini menunjukan adanya perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut ditunjukan dengan semakin banyaknya teknik samadhi yang dikembangkan diseluruh dunia. Teknik samadhi yang bermacam-macam diperkenalkan kepada publik dalam upaya membimbing setiap meditator guna meningkatkan kesadaran dan mencapai pandangan benar. Teknik samadhi yang sangat berkembang pesat di dunia belakangan ini salah satunya dikembangkan oleh Mahasi Sayadow. Teknik samadhi yang diperkenalkan oleh Mahasi Sayadow tidaklah rumit, melainkan sangat sederhana melalui praktik samadhi duduk, samadhi berjalan, dan samadhi dengan mencatat setiap aktivitas yang sedang dilakukan.
Pada saat bersamadhi menggunakan metode Mahasi Sayadaw, Pikiran berusaha difokuskan hanya untuk mencatat fenomena batin dan fenomena jasmani. Dari memperhatikan hal-hal yang sederhana hingga memperhatikan suatu proses yang lebih rumit dan kompleks. Salah satu praktik samadhi yang diperkenalkan publik berupa mengamati dan mencatat setiap aktifitas tubuh yang sedang berlangsung. Saat bersamadhi dengan posisi duduk pikiran difokuskan pada proses berlangsungya nafas masuk dan nafas keluar. Pada saat bernafas pikiran difokuskan untuk mencatat proses terjadinya nafas masuk yang  membuat perut mengembang hingga adanya proses nafas keluar yang membuat perut mengempis. Apabila konsentrasi pada saat mencatat proses berlangsungnya nafas pudar, maka pikiran segera diarahkan untuk menyadari proses berfikir yang pada saat itu berlangsung. Pikiran diarahkan untuk menyadari dan mencatat istilah “berpikir, berpikir, berpikir” saat konsentrasi hilang. Akan tetapi pada saat mencatat pikiran yang sedang berlangsung. Pikiran tidak boleh memberi komentar-komentar mengenai suatu pikiran yang berlangsung pada saat itu. Setelah mengetahui dan pikiran sudah mulai kembali tenang, pikiran diarahkan kembali untuk menyadari proses saat bernafas. Dengan demikian, teknik samadhi yang sederhana, mudah dilaksanakan dan mendorong pada perkembangan batin yang maksimal merupakan upaya yang berusaha Mahasi Sayadaw perkenalkan kepada publik. 

Cattari Aryiasaccani (Empat Kebenaran Mulia)


Cattari Aryiasaccani
(Empat Kebenaran Mulia)

Kotbah tentang  Empat  Kebenaran Mulia  pertama kali dibabarkan Guru Buddha dalam Dhammacakkappavattana Sutta. Kotbah mtersebut disampaikan Guru Buddha di Taman Rusa Isipatana, pada bulan Asalha (asadha)  kepada Lima Bhikkhu Pertama (Panca Vaggiya Bhikkhu). Didalam Empat  Kebenaran Mulia terdiri dari:
1.      Kebenaran Ariya tentang Dukkha (Dukkha Ariya Sacca)
Kata ”dukkha” yang berasal dari bahasa Pali, yang  sukar sekali untuk diwakilkan secara tepat oleh satu kata dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Karena istilah dukkha memiliki makna yang dalam. Secara etimologi berasal dari kata ”du” yang berarti sukar dan kata ”kha” yang berarti dipikul, ditahan. Jadi kata ”du-kha” berarti sesuatu atau beban yang sukar untuk dipikul. Pada umumnya dukkha dalam bahas Indonesia diartikan sebagai penderitaan, ketidakpuasan, beban hidup. Konsep dukkha dipandang dari beberapa sudut, dibedakan menjadi tiga yang meliputi:
Ø  Dukkha-dukkhä
adalah ketidakpuasan atau penderitaan yang alami dirasakan tubuh dan batin, seperti: lahir, usia tua, mati, kesedihan, ratap-tangis, penderitaan keputus-asaan, berkumpul dengan yang tidak disenangi,  berpisah dengan yang dicintai dan tidak mendapat apa yang diingginkannya. Semua bentuk penderitaan (jasmani dan mental) tersebut secara umum dapat dialami oleh semua makluk.
Ø  Viparinäma-dukkhä 
adalah ketidakpuasan atau penderitaan yang tidak lepas dari adanya perubahan, seperti kondisi perasaan bahagia, yang dirasakan cepat atau lambat akan mengalami perubahan.
Ø  Sankhärä-dukkhä
adalah ketidakpuasan atau penderitaan yang berhubungan dengan Lima Kelompok Kemelekatan (Pancakhanda),  seperti perasaan susah karena tidak dapat menikmati makanan enak yang dipicu karena adanya indera pengecap yang merupakan salah satu dari Lima Kelompok Kemelekatan (Pancakhanda).
2.      Kebenaran Ariya tentang Asal Mula Dukkha (Dukkha Samudaya Ariya Sacca)
Pada bagian ini Guru Buddha menjelaskan bahwa sumber dari dukkha atau penderitaan adalah tanhâ, yaitu nafsu keinginan yang tidak ada habis-habisnya. Tanha dapat diibaratkan seperti candu atau opium yang menimbulkan dampak ketagihan bagi yang memakainya terus-menerus, dan semakin lama akan merusak fisik maupun mental si pemakai. Tanha juga dapat diibaratkan seperti air laut yang asin yang jika diminum untuk menghilangkan haus justru rasa haus tersebut semakin bertambah.
Ada tiga bentuk tanhä, yaitu:
Ø  Kämatanhä : adalah ketagihan akan kesenangan indriya, ialah ketagihan akan :
Bentuk-bentuk (indah), suara-suara (merdu), wangi-wangian, rasa-rasa (nikmat), sentuhan-sentuhan (lembut), bentuk-bentuk pikiran.
Ø  Bhavatanhä: adalah ketagihan untuk lahir kembali sebagai manusia yang berdasarkan pada kepercayaan yang mengatakan tentang adanya "atma (roh) yang kekal dan terpisah" (attavada).
Ø  Vibhavatanhä: adalah ketagihan untuk memusnahkan diri, yang berdasarkan kepercayaan yang mengatakan bahwa setelah manusia meninggal maka berakhirlah segala riwayat tiap-tiap manusia (ucchedaväda).
3.      Kebenaran Ariya tentang Terhentinya Dukkha (Dukkha Nirodha Ariya Sacca)
Guru Buddha menjelaskan bahwa dukkha bisa dihentikan yaitu dengan cara menyingkirkan tanhä sebagai penyebab dukkha. Ketika tanhä telah disingkirkan, maka musnahnya kesenangan tersebut tanpa sisa, terlepasnya kesenangan, bertolaknya kesenangan , terbebas dari kesenangan, tidak terikat oleh kesenangan. Dengan menyingkirkan tanhä,  kita akan terbebas dari semua penderitaan (bathin). Keadaan ini dinamakan Nibbana.
Guru Buddha menjelaskan bahwa terdapat 2 elemen/jenis  Nibbana, yaitu :
Ø  Sa-upadisesa-Nibbana
Nibbana masih bersisa. Yang dimaksud dengan bersisa di sini adalah masih adanya pancakhanda. Ketika Petapa Gotama mencapai Penerangan Sempurna dan menjadi Buddha, Beliau dikatakan telah dapat mencapai Sa-upadisesa-Nibbana tetapi masih memiliki pancakhanda (jasmani, kesadaran, bentuk pikiran, pencerapan dan perasaan). Sa-upadisesa-Nibbana juga dapat dikatakan sebagai kondisi batin (state of mind) yang murni, tenang, dan seimbang.
Ø  An-upadisesa-Nibbana
Nibbana tanpa sisa. Setelah meninggal dunia, seorang Arahat akan mencapai anupadisesa-nibbana, ialah Nibbana tanpa sisa atau juga dinamakan Pari-Nibbana, dimana tidak ada lagi pancakhanda (jasmani, kesadaran, bentuk pikiran, pencerapan dan perasaan), tidak ada lagi sisa-sisa dan sebab-sebab dari suatu bentuk kemunculan. Sang Arahat telah beralih ke dalam keadaan yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata. Hal ini dapat diumpamakan dengan padamnya api dari sebuah pelita, kemanakah api itu pergi ? Hanya satu jawaban yang tepat, yaitu ‘tidak tahu’. Ketika Guru Buddha mangkat/wafat, Beliau dikatakan telah mencapai anupadisesa-nibbana.
4.      Kebenaran Ariya tentang Jalan yang Menuju Terhentinya Dukkha 
(Dukkha Nirodha Ariya Sacca)
Guru Buddha menjelaskan bahwa ada Jalan atau Cara untuk menghentikan dukkha  dengan menempuhnya melalui Jalan Mulia Berunsur Delapan (Ariya Atthangika magga), yang meliputi:
a.       Pengertian Benar (Sammaditthi): melihat segala sesuatunya sebagaimana adanya, sesuai dengan sifat aslinya, dalam hal ini merupakan pengertian yang dalam dan nyata (pativedha). Jadi bukan pengertian yang diperoleh berdasarkan data semata (anumubodha).
b.      Pikiran Benar (Sammasankappo):pikiran yang mengarah pada pelepasan, penuh cinta-kasih dan tanpa kekerasan pada semua makhluk.
c.       Ucapan Benar (Sammavaca): bebas dari berkata bohong, fitnah berkata kasar, dan omong kosong.
d.      Perbuatan Benar (Sammakammanto): perbuatan  bebas dari 10 perbuatan jahat
e.       Penghidupan Benar (Sammaajivo): terbebas dari empat mata pencaharian yang salah
f.       Usaha Benar (Sammavayamo): mengembangkan empat usaha benar
g.      Perhatian Benar (sammasati): rajin, berperhatian murni pada empat dasar perhatian murni.
h.      Konsentrasi Benar (Sammasamadhi): mengembangkan batin hingga mencapai tingkatan-tingkatan jhana.
Jalan Menuju Terhentinya Dukkha dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu :
Ø  Kebijaksanaan (Panna):Pengertian Benar (sammä-ditthi), Pikiran Benar (sammä-sankappa)
Ø  Kemoralan (Sila): Ucapan Benar (sammä-väcä), Perbuatan Benar (sammä-kammanta), Pencaharian Benar (sammä-ajiva)
Ø  Konsentrasi (Samädhi) Daya-upaya Benar (sammä-väyäma), Perhatian Benar (sammä-sati), Konsentrasi Benar (sammä-samädhi)
Kesimpulan:
Dengan menyadari akan Cattari Ariyasaccani, seseorang dapat menggunakan landasan tersebut sebagai sarana untuk mengembangkan potensi batin.pengembangan batin tersebut dikembangkan melalui  pemahaman akan Empat Kebenaran Mulia. Pemahaman tersebut dipergunakan seseorang sebagai tahapan dalam menempuh tujuan kenibanna melalui pempraktikan langsung dari Jalan Tenggah Berunsur Delapan. Sehingga apabila Tenggah Berunsur Delapan praktik secara sungguh-sungguh maka akan mendorong seseorang mencapai nibanna.
Refrensi:
_ _ _. 2005. Parita Suci. Jakarta: Yayasan Sangha Theravada Indonesia.
Sumedho, Ven Ajahn._ _ _. Empat Kebenaran Mulia. Yogyakarta: Vidyasena production.

METTA BHAVANA SEBAGAI PEMBENTUK WATAK CINTA-KASIH


METTA BHAVANA
SEBAGAI PEMBENTUK WATAK CINTA-KASIH
Metta atau cinta kasih merupakan sifat bajik yang tidak hanya dapat membawa kebahagiaan bagi seseorang yang memancarkan sifat cinta kasih, tetapi sifat cinta kasih  juga akan terpancar untuk semua makhluk dimanapun mereka berada. Karena kekuatan metta akan memancar kesegala arah dan tak terbatas pada makhluk-makhluk tertentu, melainkan pada semua makhluk hidup yang ada disegenap alam kehidupan. Sedangkan bhavana dalam hal ini berari mengembangkan. Dengan demikian meditasi Metta Bhavana merupakan mediasi yang ditujukan untuk menggembangan sifat-sifat bajik dalam diri seseorang kepada semua makhluk melalui perenungan “semoga semua makhluk hidup berbahagia, penuh kedamaian,  bebas dari kebencian, kesukaran serta bebas penderitaan ”.
Dengan mengembangan sifat-sifat bajik yang ada dalam diri meditator melalui praktik meditasi metta bhavana, dalam diri mereka akan diliputi oleh kebahagiaan serta kedamaian. Kekuatan cinta kasih akan terpancar keluar tubuh melalui perbuatan-perbuatan mereka yang penuh perhatian, kehati-hatian serta tidak tergesa-gesa dalam pengambilan keputusan. Sehingga setiap perbuatan yang akan dilakukan penuh perenungan guna mengurangi efek buruk yang dapat merugikan setiap makhluk hidup .
Dalam buku panduan meditasi metta bhavana yang dikarang oleh Sayadow U Janaka sangat membantu sebagai pedoman untuk melaksanakan meditasi metta bhavana. Tetapi kurang menekanan cara pelaksanaan meditasi yang digunakan sehingga dikawatirkan akan menimbulkan kesalah pahaman bagi pemula.
Refrensi:  Janaka, U Sayadaw. 2003. Metta Bhavana. Surabaya: medio.

Kasina


Kasina
Pengertian
Kata “kasina” (skt. “krtsna”) berarti “seluruh” dan dalam meditasi digunakan dalam kata sifat dan kata benda seperti kasinayatana dan pathavi-kasina.
Sedangkan digunakan sebagai istilah teknik alam kitab-kitab suci, kasina mempunyai tiga pengertian:
Ø  Mandala yaitu lingkaran yang digunakan sebagai suatu alat atau pembantu saat melaksanakan meditasi.
Ø  Nimitta yaitu tanda atau gambaran batin yang diperoleh dari perenungan terhadap simbol.
Ø  Jhana yang diperoleh dari nimitta.
Macam-macam obyek meditasi dalam kasina
1.      Pathavi kasina (perwujudan benda/tanah)
Seseorang yang ingin mencapai jhana melalui latihan obyek meditasi tanah, mula-mula harus bertempat tinggal disuatu vihara yang sesuai. Kemudian dilanjutkan  dengan membebaskan diri dari semua rintangan-rintangan bahkan rintangan yang paling kecil dengan mencukur rambut dan memakai jubah. Untuk melaksanakan meditasi dengan obek tanah caranya pertama-tama membuat bulatan tanah dengan garis tengah kurang lebih satu jengkal empat jari atau sekitar 30 cm dan tanah yang digunakan harus bukan yang berwarna: biru, kuning, merah, putih. Karena warna-warna tersebut ada dalam obyek kasina yang lain dan apabila mengunakan obyek tanah yag berwarna tersebut, dikawatirkan obyek yang digunakan lebih dominan pada penggunaan warna tanah tersebut. Kemudian melalui obyek tanah, seseorang juga harus mengembangkan nimitta ( bayangan) dan menjaga bayangan tanah tersebut dalam benaknya, sambil merenungkan “semoga saya terbebas dari kelapukan dan kematian”.
Tujuh hal yang harus diikuti dengan hati-hati oleh seseorang yng ingin menjaga kasina-nimittanya:
Ø  Tempat tiggal
Harus bebas dari apa yang bertentangan  dengan kehidupan bermeditasinya.
Ø  Desa yang dikunjunginya
Sewaktu berkunjung utuk mncari makan tidak boleh terlalu jauh, sehingga tidak akan mendapatkan kesukaran dan kelelahan saat mencari makan.
Ø  Percakapan
Tidak terlibat dalam salah satu macam percakapan yang bersifat keduniawian.
Ø  Pergaulan
Dalam pergaulan, diwajibkan bergaul dengan mereka yang tekun bersamadhi.
Ø  Musim
Dalam penentuan musim saat bermeditasi harus diperhatikan untuk mendukung pelaksanaan meditasi.
Ø  Sikap-sikap
Sikap atau posisi badan jasmani saat bermeditasi harus dipilih yang sesuai.
Ø  Makanan
Pemilihan makanan harus yang sesuai tidak merangsang, Tetapi yang sesuai baginya(untuk ketenangan batin dan jasmaninya.

Dengan  praktik dari meditasi dengan objek pathavi kasina, seseorang akan memproleh keuntugan untuk memperbanyak dirinya , dapat menciptakan kepadatan dari udara dan air sehingga ia dapat berjalan, duduk, berbaring dsb. Diatas permukaan air ban udara.


2.      Apo kasina (perwujudan air)
Seseorang yang ingin bermeditasi menggunakan obyek air, harus memperoleh nimitta air yang disimpan mau pun yang tidak disimpan. Caranya dengan menampung dalam wadah yang bening kemudian merenungkan hingga bayangan air berada dalam benak kita dan air tersebut dijadikan obyek meditasi sambil mengulang kata “apo”.

Dengan praktik terhadap apo kasina, ia mampu menyelam dalam tanah seakan-akan menyelam dalam air, dapat menciptakan hujan, sungai dan laut, dapat mengguncang tanah dan karang atau bertempat tinggal didalamnya. Dapat memancarkan air dari setiap bagian tubuhnya. Seperti yang dikehendaki.

3.      Tejo kasina (perwujudan api)
Seseorang yang ingin mengambil objek meditasi tejo kasina atau  dengan menggunakan perwujudan api, seseorang harus memperoleh nimitta dalam api, baik yang disiapkan terlebih dahulu maupun yang tidak disiapkan (sepontan). Cara yang dapat digunakan bagi seseorang yang ingin belajar dengan objek perwujan api mula-mula menyalakan api sebagai obyek, kemudian nyala api tersebut sebagai nimitta dalam benaknya sambil mer enungkan kata “tejo” tanpa menghiraukan warna api tersebut dengan memusatkan pikiran pada inti apinya.

            Dengan mempraktikan tejo kasina dia dapat memperoleh kemmpuan untuk  menimbulkan asap keluar dari setiap bagian dalam tubuhnya dan api untuk turun dari langit. Ia dapat menguasai panas yang keluar dari orang lain, dapat menciptakan segala sesuatu terbakar dengan seketika menciptakan cahaya seakan-akan wujud dewa. Apabila saat kemtian ai dpat membakar dirinya sendiri secara langsung dengan unsur panasnya.



4.      Vayo kasina (perwujudan udara)
Seseorang yang ingin mempraktikkan vayo kasina ( udara), harus mengambil  nimitta di udara, baik dengan mepandangan atau dengan sentuhan. Cara mengambil obyeknya dengan memperhatikan tanaman yang yang memiliki daun-daun yang lebat dan sejajar saat tertiup angin hingga menyentuh tubuh jasmani. Kemudian mencatat bagian jasmani yang tersentuh angin kemudian menyadari akan hadirnya angin, dan melaksanakan meditasia sambil mengulangi kata “vayo”.
Dengan mempratikkan vayo kasina seseorang dapat memperoleh kemampuan untuk menggerakan tubuhnya seperti angin, menyebabkan angin untuk berhembus dan hujan jatuh dimanapun ia inginkan dan dapat meniptakan suatu benda berindah sendiri dari suatu tempat ketempat lainnya.

5.      Nila kasina (perwujudan wana biru)
            Seseorang yang mempraktikkan meditasi dengan menggunakan obyek warna biru, harus menemukan nimita dalam bunga teratai wara biru atau kain berwarna biru. Kemudian melaksanakan meditasi dengan memunculkan nimitta warna biru dalam benaknya sambil mengulang kata “nilam”.

            Dengan mempraktikan nila kasina ia dapat memancari dunia dalam batas  kemampuannya dengan warna biru, menciptakan bentuk-bentuk biru, memperoleh kemampuan  terhadap obyek-obyek yang berwarna biru dan mencapai kebebasan dengan kegiuran.


6.      Pita kasina (perwujudan warna kuning)
            Seseorang yang mempraktikan meditasi dengan menggunakan obyek warna kuning, harus mnemukan nimitta dalam bungga teratai warna  kunng atau menggunakan kain berwarna kuning. Kemdian melaksanakan meditasi dengan memunculkan nimitta kuning dalam benaknya sambil mengulang kata “pitakam”.

            Dengan mempraktikan dari pita kasina, seseorang dapat memancarkan warna kuning dari jasmaninya dan memancarkan keseluruh dunia, menciptakan bentuk-bntuk warna kuning, mengubah suatu barang apapun menjadi emas. Dan mecapai kebebasan melalui kegiuran.
7.      Lohita kasina (perwujudan warna merah )
            Seseorang yang mempraktikan meditasi dengan menggunakan obyek warna merah, harus mnemukan nimitta dalam gambar lingkaran berwarna merah atau menggunakan kain berwarna merah. Kemdian melaksanakan meditasi dengan memunculkan nimitta warna merah dalam benaknya sambil mengulang kata “lohitakam”.

            Dengan mempraktikan lohita kasina seseorang  dapat memancarkan  warna merahdari jasmaninya dan memancarkan keseluruh dunia. Menciptakan bentuk-bentuk warna merah. Dan mencapai kebebasan melalui kegiuran.
8.      Odata kasina ( perwujudan wana putih)
            Seseorang yang mempraktikan meditasi dengan menggunakan obyek warna putih, harus mnemukan nimitta dalam bungga teratai, melati, lily warna  putih atau menggunakan kain berwarna putih. Kemdian melaksanakan meditasi dengan memunculkan nimitta warna putih dalam benaknya sambil mengulang kata “odata”.

            Dengan mempraktikan odata kasina seseorang dapat menciptakan bentuk-bentuk putih, mengusir rasa ngantuk, kmalasan dan kelambanan, mengusir kegelapan, menciptakan sinar untuk melihat bentuk seakan-akan dengan mata dewa, dan memperoleh kemampuan  menguasai objek-objek yang berwarna putih dan mecapai kebebasan melalui kegiuran.

9.      Aloka kasina (perwujudan cahaya)
            Seseorang yang mempraktikan aloka kasina, atau dengan simbol cahaya, mula-mula dengan pada sutu bidang lingkaran sinar yang dihadapkan menghadap tembok. Kemudian cahaya di tembok tersebut diperhaikan terus, kemudian melaksanakan meditasi dengan merenungkan pancaran sinar yang ada dui tembok sambil merenungkan kata “aloka”.

            Dengan mempraktikan aloka kasina seseorang dapat menciptakan sinar, menjadi benda-benda materi  yang berbentuk menjadi sinar, mengusir kemalasan dan kelmbanan dan menciptakan sinar untuk melihat bentuk-bentuk seakan-akan dengan mata dewa.

10.  Paricchinna-akasa-kasina (perwujudan ruang terbatas)
            Seseorang yang mempelajari akasa kasina, megambil nimita dengan membuat ruang yang dibatasi oleh suatu didinding.  Selanjutnya harus membuat lubang yang lebarnya satu jengkal, dalam satu tanda yang tertutup dengan baik. Kemudian memperhatikan lubang tersebut sambil merenungkan kata “akaso”.

            Dengan mempraktikan akasa kasina seseorang dapat menemukan objek-objekyang disembunyikan,menyebabkan benda-bendamuncul karena hilang atau disembunyikan, dapat melihat kedalam pertengahan batu karang atau tanah, menembus mereka dan menciptakan ruang didalamnya, dan mampu berjalan melalui dinding dan barang-baranglain yang padat
kesimpulan
                        Dengan melaksanakan meditasi samatha bhavana menggunakan obyek kasina dapat mendorong seseorang untuk mencapai jhana-jhana yang membawa seseorang untuk menuju pembebasan. Dengan catatan apabila seorang meditator tidak melekat pada suatu obyek kasina yang dipakai. Selain itu denga melaksanakan meditasi dengan objek kasina dapat mendorong seseorang untuk mendapatkan kemampuan batin (abhinna)
Refrensi
Guttadhamo, Bhikkhu. 2006. Obyek-Obyek Meditasi. Semarang: Vihara Tanah Putih.

Samadhi Tanpa Kemelekatan Pada Obyek


Samadhi Tanpa Kemelekatan Pada Obyek

Samadhi  merupakan salah satu cara untuk menggmbangkan potensi batin yang ada dalam diri seseorang. Dengan melaksanakan samadhi seseorang dapat memusatkan pikiran mereka demi menunjang kehidupan suci dan luhur. Sehingga akan dapat menekan perbuatan-perbuatan buruk yang mereka lakukan melalui pikiran. Selain itu, melalui samadhi seseorang dapat membawa mereka untuk mencapai ketenangan batin bahkan juga dapat mendorong seseorang mencapai tingkat kesucian seperti sotapana, anagami, sakadagami dan arahat. Pada pelaksanaan samadhi demi menuju pegembangan batin  yang lebih tinggi haruslah didasari dengan sikap yang tidak melekat pada suatu obyek yang saat itu dipergunaan untuk mengembangkan batin.
Penggunaan obyek pada saat melaksanakan samadhi demi menunjang kehidupan yang luhur harus didasari dengan pengertian benar  pula. Untuk mengembangkan batin yang lebih tinggi pada pelaksanaannya samadhi harus menghindari kemelekatan pada obyek yang digunakan. Menurut Ajahn Chah “menyadari bahwa samadhi sama halnya dengan bernafas” ( 2005: 31). Apabila seseorang melaksnakan samadhi menggunakan obyek pernapasan dan  terlalu mengendalikan atau bahkan  membetulkan nafas, maka seseorang meditator akan menggalami tersendat-sendat saat bernafas serta akan merasa tertekan pada saat melaksanakan samadhi. Sehingga bukan ketenangan yang akan saeorang meditator peroleh, melainkan dari samadhi  yang mereka lakukan hanya akan menimbulkan penderitaan pada diri mereka.
Untuk  menumbuhkan ketenangan dalam diri seorang meditator haruslah tidak terlalu melekat pada obyek yang mereka gunakan. selain itu dalam pelaksanaan samadhi haruslah sejalan dengan nafas  tanpa dibuat-buat. Dengan demikian ketenangan dan kedamaian akan meliputi dalam diri seseorang meditator.
Refrensi: Chah, Ajahn. 2005. Damai Tak Tergoyahkan. Yogyakarta: Vidysen Production. 

Meditasi Sebagai Sarana untuk Menyadari Berlangsungnya pikiran


Meditasi Sebagai Sarana untuk Menyadari
Berlangsungnya pikiran
Meditasi merupakan suatu hal yang tidak asing lagi bagi agama Buddha. Mereka yang melaksanakan praktik meditasi, kerap kali untuk mengembangkan sifat bajik bagi semua makhluk hidup. Seperti halnya dengan melaksanakan meditasi metta bhavana. Meditator yang melaksanakan meditasi metta bhavana kerap kali  mengembangkan sifat-sifat cinta kasihnya kesegala arah tanpa menghiraukan perbedaan yang ada dalam diri semua makhluk. Mereka yang melaksanakan meditasi dengan obyek cinta kasih akan dapat memberikan ketenangan dan kebahagiaan dalam diri seorang meditator, tetapi terkadang  dengan melaksanakan meditasi mereka kurang memberikan perasaan puas dalam kehidupan sehari-hari.
Perasaan kurang puas yang ada didalam batin bagi meditator atau mereka yang melaksanaan meditasi, salah satunya disebabkan karena dalam kesehariannya seorang meditator lebih menggutamakan kebahagiaan semua makhluk. Tetapi kurang menyadari dan  kurang memperhatikan akan berlangsungnya kesadaran saat mereka melaksanakan aktivitas sehari-hari. Menurut U Jatika Sayadaw: “meditasi, sebagaimana yang dipahami, bukanlah menciptakan sesuatu (ketenangan, kosentrasi atau pandangan terang dan lain sebagainya), melainkan melihat sejelas-jelsnya apa saja yang terjadi dan menyadari berlangsungnya pikiran disetiap saat dengan cara yang sederhana” (hal.75). jadi untuk mendapatkan rasa puas dalam diri seorang meditator, seorang meditator haruslah mampu mengimbangi sifat-sifat bajik yang diberikan demi kebahagiaan semua makhluk, dengan memperhatikan dan menyadari berlangsungnya pikiran dalam setiap aktivitas sehari-hari.
Referensi: U Min Sayadaw, Shwe, dkk. 2004. Penilikan Batin. Jakarta: Vihara Metta.